Contoh program perlindungan sosial adalah subsidi pangan, di mana keluarga miskin ekstrem menerima paket pangan seharga Rp 126.000 yang didistribusikan di 366 lokasi. Paket pangan ini terdiri dari beras, daging sapi, daging ayam, telur, ikan kembung, dan susu.
Bantuan dari Pemprov DKI dan dari Kementerian Sosial tentunya sangat bermanfaat bagi warga miskin ekstrem karena dapat mengurangi penderitaan mereka.
Penghasilan rata-rata kurang dari Rp 11.633 per hari (Rp 348.990 per bulan) sebagai kriteria kemiskinan ekstrem pada September 2022, membuat mereka sulit memenuhi kebutuhan hidup secara sederhana sekalipun.
Masalahnya, berbagai bantuan sosial itu bersifat konsumtif, yang dapat segera habis, sementara kondisi kehidupan mereka belum tentu berubah cepat. Maka program pemberdayaan ekonomi sebagai bentuk intervensi ketiga diharapkan menjadi solusinya.
Salah satunya adalah Jakarta Entrepreneur (Jakpreneur), di mana Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah menyediakan fasilitas berusaha kepada warga, seperti pelatihan kerja, pameran produk, akses permodalan, pendampingan usaha, kemudahan perizinan, dan lain-lain.
Selain itu, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi melaksanakan pelatihan keterampilan kerja secara reguler dan melalui mobile training unit di pusat-pusat pelatihan kerja, di samping bursa kerja yang rutin diselenggarakan.
Namun apakah program yang berlaku untuk semua warga ini dapat diikuti oleh warga miskin ekstrem masih perlu dikaji.
Adapun intervensi keempat, yaitu perbaikan perumahan dan lingkungan permukiman di 220 Rukun Warga (RW) akan diteruskan pada 2023 ini.
Bekerjasama dengan lembaga sosial nirlaba, Pemprov DKI melakukan renovasi rumah warga dan “bebenah kampung” di beberapa lokasi.
Program ini secara tidak langsung meningkatkan produktivitas ekonomi warga dengan menyediakan lingkungan permukiman yang lebih sehat.
Dengan APBD sebesar Rp 83 triliun (2023), Pemprov DKI Jakarta tentu tidak kesulitan membiayai program-program untuk menihilkan kemiskinan ekstrem tahun depan.
Namun di sisi lain terdapat tantangan yang selama ini belum teratasi dengan baik, yaitu banyaknya pendatang ke Jakarta.
Tidak semua pendatang memiliki keahlian dan kemampuan untuk hidup di Jakarta dengan layak. Mereka menambah jumlah penganggur yang sudah ada.
Sebagian pendatang terpaksa hidup dengan kondisi sangat tidak manusiawi, seperti tinggal di kolong-kolong jembatan. Mereka memenuhi kriteria warga miskin ekstrem yang perlu dientaskan.
Pemprov DKI perlu mengikutsertakan warga miskin termasuk para pendatang tanpa keahlian tersebut dalam program-program padat karya, seperti pembersihan sungai, pembangunan jalan, dan lain-lain.