Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/03/2015, 06:10 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bergulirnya hak angket Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta terhadap Gubernur DKI Jakarta, Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama, cukup menyita perhatian warga DKI Jakarta.

Banyak yang mempertanyakan langkah anggota legislatif ini. Namun tak sedikit pula yang mendukung kebijakan politik yang diambil para wakil rakyat di Kebon Sirih.

Menurut pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, hak angket sebenarnya bagian yang tidak bisa dilepaskan dari anggota legislatif. Tujuannya untuk menyelidiki kebijakan penting dan strategis eksekutif yang berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, tetapi dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-udangan.

"Sebetulnya hak angket melekat pada anggota dewan. Kemudian munculnya hak angket ini sebenarnya saat zaman sistem pemerintahan yang parlementer, bukan presidensial sekarang ini,” kata Yunarto, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/3/2015). [Baca: Masyarakat Bisa Menghadang Hak Angket terhadap Ahok]

Proses hak angket tidak berbelit, kata Yunarto.  "Prosesnya sangat mudah. Menggulirkan hak angket cuma butuh 25 anggota. Tidak perlu paripurna, panitia angket akan bekerja,” lanjut dia.

Selanjutnya, proses hak angket akan bergulir dengan langkah-langkah yang tentunya akan mendukung penyelidikan kebijakan pemerintah. Proses pemanggilan saksi, pakar dan analisa harus dilalui sebelum adanya rekomendasi hak angket. [Baca: Angket pada Ahok Dianggap Tak Mencerminkan Kepentingan Publik]

“Hak angket akan bekerja seperti memanggil saksi ahli atau pemerintah itu sendiri, kemudian akan ada rekmonedasi yang keluar setelah itu,” kata Yunarto,

Rekomendasi dari hak angket tentunya akan melewati paripurna. “Biasanya akan ada pertarungan konstelasi politik di paripurna. Setelah itu, hak angket akan berujung pada pemakzulan jika ada hak pernyataan yang menyatakan pada pemakzulan,” ujar Yunarto.

Putusan pemakzulan itu nantinya dibawa ke Mahkamah Agung (MA). Di sana, nanti akan diputuskan lebih lanjut mengenai rekomendasi pemakzulan.

"Hak angket tidak akan berujung pemakzulan kalau tidak dilanjutkan oleh keputusan hukum MA. Tetapi, kalau direkomendasi akan ada pelanggaran uu atau hukum, kemudian MA menyatakan benar. Maka pemakzulan bisa terjadi, ya seperti pada Aceng Fikri,” kata Yunarto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Pinta, Bangun Rumah Singgah demi Selamatkan Ratusan Anak Pejuang Kanker

Cerita Pinta, Bangun Rumah Singgah demi Selamatkan Ratusan Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok: Jangan Hanya Jadi Kota Besar, tapi Penduduknya Tidak Kenyang

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok: Jangan Hanya Jadi Kota Besar, tapi Penduduknya Tidak Kenyang

Megapolitan
Jukir Minimarket: Kalau Dikasih Pekerjaan, Penginnya Gaji Setara UMR Jakarta

Jukir Minimarket: Kalau Dikasih Pekerjaan, Penginnya Gaji Setara UMR Jakarta

Megapolitan
Bakal Dikasih Pekerjaan oleh Pemprov DKI, Jukir Minimarket: Mau Banget, Siapa Sih yang Pengin 'Nganggur'

Bakal Dikasih Pekerjaan oleh Pemprov DKI, Jukir Minimarket: Mau Banget, Siapa Sih yang Pengin "Nganggur"

Megapolitan
Bayang-bayang Kriminalitas di Balik Upaya Pemprov DKI atasi Jukir Minimarket

Bayang-bayang Kriminalitas di Balik Upaya Pemprov DKI atasi Jukir Minimarket

Megapolitan
Kala Wacana Heru Budi Beri Pekerjaan Eks Jukir Minimarket Terbentur Anggaran yang Tak Dimiliki DPRD...

Kala Wacana Heru Budi Beri Pekerjaan Eks Jukir Minimarket Terbentur Anggaran yang Tak Dimiliki DPRD...

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta 10 Mei 2024 dan Besok: Siang Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta 10 Mei 2024 dan Besok: Siang Cerah Berawan

Megapolitan
Sudah Ada 4 Tersangka, Proses Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Sudah Ada 4 Tersangka, Proses Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP | 4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP Terancam 15 Tahun Penjara

[POPULER JABODETABEK] Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP | 4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP Terancam 15 Tahun Penjara

Megapolitan
Polisi Periksa 43 Saksi Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Periksa 43 Saksi Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Bina Juru Parkir Liar agar Punya Pekerjaan Layak

Pemprov DKI Diminta Bina Juru Parkir Liar agar Punya Pekerjaan Layak

Megapolitan
Gerindra Berencana Usung Kader Sendiri di Pilgub DKI 2024

Gerindra Berencana Usung Kader Sendiri di Pilgub DKI 2024

Megapolitan
Munculnya Keraguan di Balik Wacana Pemprov DKI Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket Usai Ditertibkan

Munculnya Keraguan di Balik Wacana Pemprov DKI Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket Usai Ditertibkan

Megapolitan
Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra DKI Minta Maaf

Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra DKI Minta Maaf

Megapolitan
Polda Metro Minta Masyarakat Lapor jika Ada Juru Parkir Memalak

Polda Metro Minta Masyarakat Lapor jika Ada Juru Parkir Memalak

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com