KOMPAS.com - Sang mentari mulai bersinar cerah di dermaga di ujung utara Jakarta. Lantunan lagu legendaris ”Nenek Moyangku Seorang Pelaut” mulai membahana dari ratusan anak belia.
Kapal militer raksasa menjadi saksi keceriaan anak-anak yang akan mencicipi petualangan di lautan.
Nur (9) berlari kencang hingga menabrak sejumlah orang di dermaga Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (24/5) pagi.
Seorang pendamping berusaha mengingatkan dia untuk diam dan tidak mengganggu orang lain.
”Sudah enggak sabar pengin masuk ke dalam,” ujar Nur seraya menunjuk pintu masuk kapal KRI Banjarmasin 592.
Nur adalah satu dari sekitar 200 anak yang berbaris menuju pintu kapal perang itu.
Rekan-rekan Nur pun tak kalah semangat untuk segera mengarungi laut dalam acara pelayaran gembira (joy sailing) di kawasan Kepulauan Seribu, hari itu.
Acara tersebut dilaksanakan dalam rangka Children’s Day yang diselenggarakan sebuah lembaga sosial bernama Women’s International Club (WIC).
”Tujuannya untuk membagi kasih kepada anak-anak yang memiliki kekurangan dengan cara yang mendidik dan menumbuhkan rasa cinta tanah air,” ujar Yeny Tanurdjaja, Public Relation WIC.
Seorang petugas kapal tampak mengatur barisan anak-anak. ”Ayo, baris yang rapi, ya, sebentar lagi kita masuk ke dalam kapal,” tuturnya, berusaha menenangkan situasi yang hiruk-pikuk itu.
Ketika situasi mulai terkendali, petugas kapal membolehkan anak-anak beserta pendampingnya masuk satu per satu ke dalam kapal.
Saat menaiki tangga menuju lambung kapal, sejumlah anak tampak keluar dari jalur yang ditetapkan petugas. ”Ikuti barisan, ya, dik,” ucap sang petugas.
Mereka akhirnya tiba di ruangan besar di dalam kapal. Ruangan seluas sekitar 15 meter x 30 meter itu berisi panggung dan alat musik.
Seorang pembawa acara pun langsung beraksi menghibur para pelaut cilik ini.
Tiba-tiba, terdengar bunyi saksofon mengalun merdu. Para peserta pun dibuat kagum setelah mengetahui pemain saksofon itu adalah seorang anak penyandang tunanetra.