Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sandi Belajar dari Mantan Wali Kota Paris untuk Stop Swastanisasi Air

Kompas.com - 09/02/2018, 22:29 WIB
Nursita Sari,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menghentikan swastanisasi air sesuai putusan Mahkamah Agung (MA). Namun, penghentian swastanisasi air dan pengelolaannya kembali diambil alih Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya) membutuhkan waktu.

Sandiaga di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (9/2/2018), menjelaskan, swastanisasi air di Jakarta sama seperti yang pernah dilakukan pemerintah Perancis di Paris. Namun, pada 2009, pemerintah Perancis memutuskan untuk mengelola air sendiri di Paris.

Karena itu, Sandiaga pun belajar dari mantan Wali Kota Paris Anne Le Strat untuk mengembalikan kebijakan pengelolaan air dari swasta ke pemerintah. Hari ini, Anne datang ke Balai Kota DKI Jakarta untuk membicarakan hal tersebut.

"Perancis sendiri di tahun 2009 ke atas melakukan remunisipalisasi. Itu adalah reformasi di bidang tata air di mana pemerintah mengambil kembali. Seperti kita ketahui, keputusan dari MA mendalilkan bahwa kami harus mengelola air minum di DKI Jakarta dan harus melakukan restrukturisasi," kata  Sandiaga.

Baca juga : DKI Tunggu Arahan Pemerintah Pusat soal Stop Swastanisasi Air

Ia menyebut ada beberapa hal yang dia pelajari dari Anne soal pengelolaan air di Paris. Salah satunya yakni soal peningkatan akses air minum dan air bersih untuk semua warga Paris, serta menurunkan biaya air minum, khususnya bagi warga kelas menengah ke bawah.

Sandiaga menjelaskan, PAM Jaya saat ini tengah membahas restrukturisasi pengelolaan air di Jakarta. PAM Jaya telah terikat kontrak dengan PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) untuk mengelola air di Ibu Kota.

"PAM Jaya terikat kontrak, tapi ada juga keputusan MA. Ini yang harus ada sebuah mekanisme untuk mengikuti keputusan MA dan memastikan bahwa akses air minum bisa dilakukan segera oleh PAM Jaya dan kami juga ingin agar kami tidak menanggung biaya yang membludak karena pembatalan kontrak," kata dia.

Sandiaga meminta PAM Jaya melaporkan hasil pembahasan restrukturisasi pengelolaan air itu pada Maret 2018.

Pada 10 April 2017, MA memutuskan kebijakan swastanisasi air di Jakarta harus dihentikan. MA menilai swastanisasi air itu telah melanggar Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya) karena membuat perjanjian kerja sama dengan pihak swasta.

Swastanisasi air juga membuat PAM Jaya kehilangan pengelolaan air minum karena dialihkan kepada swasta. MA memerintahkan Pemprov DKI Jakarta memutuskan hubungan kontrak dengan PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com