Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menpan: Kebijakan Ahok soal Penghasilan PNS Menggetarkan Wilayah Lain

Kompas.com - 03/02/2015, 22:14 WIB

"Kalau PNS biasanya hanya dapat poin 1.000, mau kerja secapek apa pun tetap 1.000 poinnya," kata pria yang akrab disapa Ahok itu.

Dalam sistem itu, nantinya poin akan diberikan dengan dimasukkan ke data. Namun, Ahok mengakui akan terjadi gesekan dalam sistem penggajian tersebut.

"DKI jadi model dulu kan. Tes, ribut enggak (dengan sistem ini). Kami potong 1.500 orang. Ada yang bilang bakalan demo PNS DKI, dipotong-potong. Ini sudah sebulan enggak ada yang demo tuh. Saya nantang juga. Selama manfaat lebih banyak untuk orang banyak, pasti enggak ada yang ribut. Yang ribut itu yang rezekinya kepotong saja. Kalau yang nyolong Rp 200 juta sampai Rp 500 juta sebulan, 75 Rp juta mah enggak dilihat," kata Ahok.

Karena itu, Pemprov pun tetap memperkirakan akan terjadi gesekan dalam penerapan sistem ini.

"Satu tahun ini saya perkirakan akan terjadi gesekan. Kami harap target 3 bulan. Kalau enggak bisa, ya 6, 9, atau 12 bulan. Tahun depan pasti mulus," kata Ahok.

Penilaian online

Kepala Badan Kepegawaian Daerah Agus Suradika mengatakan, dalam sistem ini, penilaian diverifikasi melalui sistem online.

"Misalkan seorang staf bisa menyelesaikan surat (dengan standar sekian menit dan poin sekian), staf itu akan memasukkan (poin) aktivitas yang telah dilakukannya pada sistem online yang ada. Lalu kepala seksi, sebagai atasannya, akan menerima laporan tersebut, dan akan memverifikasinya, antara lain dengan mengecek surat yang telah dibuat oleh staf tersebut," ucap Ahok.

Sementara itu, mereka yang berada di level eselon II tak perlu mengisi laporan kinerja tersebut. Jika pekerjaan bawahannya semakin baik, maka semakin banyak pula tunjangannya.

"Kapasitas sistemnya sedang dikembangkan. Diskominfo sedang menghitung kebutuhan kapasitas penyimpan, bandwidth, dan jaringan. Toleransinya sampai tiga bulan," kata Ahok.

TKD statis tersebut akan diberikan setiap tanggal 18. Sementara itu, TKD dinamis diberikan setiap tiga bulan sekali dalam kondisi diakumulasikan.

Adapun lembaga vertikal, seperti KPUD, Bawaslu, KPID, KIP, dan semua yang memiliki pegawai DKI, akan mendapatkan hak yang sama.

"Soal tenaga dari luar yang menginduk, akan kami carikan regulasi untuk mendapatkan tunjangan, seperti guru agama (kami minta pelimpahan ke Kemenag). Lalu guru pada tahun ini tak dapat TKD dinamis, tetapi dapat TKD statis dengan besaran yang lebih besar. Kami sedang mencari kegiatan guru di luar kewajibannya mengajar di kelas. Jika inventarisasi guru selesai sebelum Juni, akan masuk," ucap dia.

Untuk pegawai tak tetap (PTT) atau honorer, lanjutnya, UU ASN sudah tidak lagi mengatur adanya status tersebut. Status mereka akan diubah menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K).

"Sebab, berdasarkan UU ASN, hanya ada dua, yakni PNS dan P3K‎. Bedanya hanya tunjangan pensiun. Selebihnya sama," kata Ahok. (Mohamad Yusuf)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com