Kiriman sampah dari Pemprov DKI meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 6.344 ton pada bulan Juli-Agustus 2015.
Ia mengatakan, peningkatan volume sampah akan memengaruhi pendapat dari penjualan listrik hasil pembangkit dari landfill gas yang terealisasi di bawah proyeksi.
PT NOEI sebagai perusahaan yang mengelola sampah menjadi listrik pun mengaku tak dapat merealisasikan proyeksi tersebut.
"Jadi, proses gas tergantung volume sampah. Sampah itu kan dimasukkan ke dalam lubang, ditanam, dan itu menghasilkan gas. Gas itu memerlukan waktu, katakanlah 3 atau 6 bulan ditanam di situ. Namun, karena sampah yang diantarkan Pemda (Pemprov) DKI tidak sesuai dengan perjanjian, sampah yang ditanam harus buru-buru dibongkar," kata Yusril.
Ketika itu, Yusril mengatakan bahwa ia akan menggugat Pemprov DKI jika SP 3 dikeluarkan. Catatan wanprestasi Pemprov DKI akan dijadikan senjata untuk menyerang balik.
Ahok ubah strategi
Setelah mendapat ancaman seperti itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengubah strategi.
Pemprov DKI melalui Dinas Kebersihan DKI menahan SP 3. "Pak Yusril adalah pengacara Bantargebang yang membuat kami menahan SP 3 (surat peringatan ketiga)!" kata Ahok.
Pemprov DKI akhirnya melakukan audit terlebih dahulu dengan menunjuk Pricewaterhouse Cooper sebagai auditor.
Basuki ingin menambah bukti bahwa PT Godang Tua Jaya benar-benar wanprestasi. Dengan demikian, Pemprov DKI Jakarta memiliki lebih banyak bukti.
"Kami pengin ada dua bukti bahwa dia wanprestasi. Satu dari BPK, satu lagi dari swasta," ujar Ahok.
Proses audit yang dilakukan Pricewaterhouse Cooper itu ternyata lebih lama dari waktu sebulan yang direncanakan.
Hasilnya baru keluar beberapa hari lalu. Menurut Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Isnawa Adjie, hasil audit yang dilakukan auditor independen itu tak jauh berbeda dengan hasil audit BPK, yang menunjukkan adanya wanprestasi PT Godang Tua Jaya.
Hingga akhirnya, pada Selasa (21/6/2016) lalu, Pemprov DKI resmi melayangkan SP 3 kepada PT Godang Tua Jaya.
Swakelola di depan mata