Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Binsar Tanya Kemungkinan Otopsi Sesudah Jenazah Mirna Dikubur

Kompas.com - 07/09/2016, 21:14 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota majelis hakim sidang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Binsar Gultom, menanyakan apakah seseorang yang sudah lama meninggal bisa diotopsi untuk mengetahui penyebab kematiannya.

Pertanyaan itu ditujukan kepada saksi ahli kasus pembunuhan Mirna, Djaja Surya Atmadja, lulusan Universitas Indonesia yang memberikan keterangan seputar keahliannya di bidang kedokteran forensik di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (7/9/2016) malam.

"Ada kemungkinan bisa, Yang Mulia. Saya pernah periksa jenazah korban Perang Dunia II di Papua yang sudah 50 sampai 60 tahun meninggal, itu masih bisa ketahuan. Banyak faktor yang bisa mendukung dan bisa mempersulit proses otopsinya dalam kondisi seperti itu, seperti apakah tanahnya basah atau kering, itu mempengaruhi proses pembusukannya," kata Djaja menjawab pertanyaan Binsar.

"Kalau begitu, bagaimana dalam kasus ini, kaitannya dengan otopsi jenazah Mirna, untuk mencari tahu apa penyebab sianidanya, bagaimana menurut ahli?" tutur Binsar.

"Saya rasa akan sangat sulit karena waktunya sudah cukup lama, hasil otopsinya bisa jadi tidak efektif. Apalagi di tanah juga ada kandungan sianida, bisa jadi saat pemeriksaan nanti, kandungan sianidanya bertambah, bisa juga berkurang. Bisa saja otopsi lagi kalau ada permintaan dari penyidik atau jaksa," ujar Djaja.

Jawaban Djaja berbeda dengan pernyataan awal tadi yang mengatakan masih bisa cari tahu penyebab kematian meski rentang waktu meninggalnya seseorang sudah puluhan tahun lebih. Meski begitu, Djaja tetap berkeyakinan sebagai ahli kedokteran forensik, Mirna tidak meninggal akibat keracunan sianida.

Hal itu disimpulkan melalui sejumlah ciri yang telah dipaparkan sebelumnya, seperti kulit yang memerah, warna merah di dalam lambung, serta ditemukannya sianida dalam jumlah besar di dalam organ tubuh, seperti lambung, empedu, dan hati.

Binsar kembali menanggapi dengan mengacu pada fakta persidangan sebelumnya yang menyatakan ada 0,2 miligram per liter sianida di dalam sampel lambung Mirna dan temuan sianida di dalam es kopi vietnam Mirna. (Baca: Tanpa Otopsi, Penyebab Kematian Mirna Tak Diketahui)

Selain itu, Binsar juga menyinggung tentang kemungkinan seseorang bisa meninggal atau tidak jika kena sianida, meski dalam jumlah yang sedikit.

"Dalam ilmu kedokteran forensik, tidak dapat dipastikan dia keracunan sianida. Angka 0,2 miligram per liter sianida itu hampir tidak ada artinya. Namun, memang dia keracunan, cuma bukan sianida. Enggak tahu keracunan apa karena enggak dilakukan otopsi," ucap Djaja.

Kompas TV Ahli: Jangan Dipaksa, Kalau Mau Dipaksa Ya Gali Kubur
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Megapolitan
Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Megapolitan
Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Megapolitan
Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com