Sebelumnya, Kepala Terminal Pulo Gebang Ismanto mengatakan, Pulo Gebang kini masih dalam penataan. "Petunjuk arah untuk penumpang di dalam terminal itu masih kurang. Namun, kami berusaha memenuhinya dengan bertahap," katanya.
Di Terminal Tanjung Priok, kemarin, bus AKAP tujuan Jawa Tengah dan Jawa Timur masih menaikkan penumpang.
Agen PO Pahala Kencana Tanjung Priok, Agus (58), mengatakan, jumlah bus Pahala Kencana yang berangkat dari Terminal Tanjung Priok berangsur-angsur berkurang karena manajemen takut diberi sanksi oleh pemerintah. "Biasanya empat sampai lima pemberangkatan per hari, sekarang hanya dua pemberangkatan per hari," katanya.
Agus mengakui, para agen sudah menerima sosialisasi pemindahan ke Terminal Pulo Gebang. Namun, kepastian tenggat pemindahan bagi bus-bus yang selama ini berhenti di Terminal Tanjung Priok belum jelas.
Lebih aman
Salah satu keunggulan Pulo Gebang adalah keamanan di terminal. Ketler Panjaitan (56), salah satu karyawan PO, mengatakan, petugas keamanan di dalam terminal dapat bertindak cepat jika ada keributan.
Ia mencontohkan, sebelumnya ada karyawan PO yang memukul penumpang. Setelah dilaporkan kepada petugas keamanan, karyawan PO itu dilarang masuk Terminal Pulo Gebang. "Sampai sekarang karyawan PO itu tidak pernah muncul," katanya.
Sadino (50), penumpang tujuan Solo, Jawa Tengah, juga merasakan keamanan di dalam Terminal Pulo Gebang jauh lebih baik dibandingkan Pulogadung. "Kalau di Terminal Pulogadung, saya harus berhati-hati. Banyak copet dan penodong di sana," katanya.
Selain masalah keamanan, hal yang berbeda baru tampak pada pemisahan jalur penumpang dengan jalur bus AKAP. Tak lagi dijumpai penumpang lalu lalang di antara bus.
Sementara di lantai dasar gedung terminal, yang merupakan area komersial, mulai digunakan pedagang. Namun, kios berukuran 6 meter x 5 meter itu hanya digunakan sebagian dan selebihnya pedagang menggunakan area kosong di tengah untuk memajang barang dagangannya. Akibatnya, suasana di dalam terminal menjadi tidak nyaman dan tampak berantakan. (MKN/MDN/JOG)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Februari 2017, di halaman 27 dengan judul "Modernitas Belum Terlihat".