Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Gara-gara NIK Orang Dihambat Masuk TPS, Itu "Design by Order"

Kompas.com - 18/04/2017, 17:03 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator tim manajemen saksi dan pengamanan suara pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok-Djarot Saiful Hidyat, I Gusti Putu Artha, berharap tidak ada pemilih yang dihambat masuk ke tempat pemungutan suara (TPS) hanya karena kesalahan cetak nomor induk kependudukan (NIK) di surat undangan atau C6.

Di media sosial seorang warga dengan nama akun Elsa Tamar mem-posting NIK berbeda antara formulir C6 dengan E-KTP.

KPU DKI sudah menyatakan hal itu kemungkinan terjadi karena human error yakni karena KPPS salah menulis NIK di C6.

Putu mengatakan, ini modus baru di putaran kedua Pilkada DKI. Dia menyatakan jika karena kesalahan tulis NIK di C6 sampai menghambat pemilih mencoblos, berarti ada yang men-setting terjadinya hal tersebut.

"Kalau gara-gara NIK orang dihambat masuk TPS berarti ketemu jawabannya, ini design by order. Jadi upaya sadar yang dilakukan secara sistematis," kata Putu, dalam jumpa pers di Media Center Badja (Basuki-Djarot), di Jalan Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/4/2017).

Pihaknya mengaku akan memantau saat pencoblosan besok, apakah terjadi hal semacam ini. Menurut Putu, kesalahan penulisan NIK ini agak aneh.

"Teman-teman bisa confirm ke Bawaslu mengapa modus baru kesalahan NIK ini terjadi, ini menurut saya agak aneh. Kalau human error, angkanya (kesalahan NIK) di viral (media sosial) itu beda jauh," ujar Putu.

Baca juga: KPU DKI: Pemilih Tetap yang Tidak Terima C6 Tetap Bisa Mencoblos

Ia khawatir, kasus kesalahan NIK di C6 ini membuat warga tidak bisa menggunakan hak pilih karena dianggap bukan penduduk Jakarta.

Putu menganjurkan bila warga pada C6 nya terdapat kesalahan penulisan NIK, agar mengadukan kepada Ketua KPPS.

"Kami katakan ke teman-teman cari Ketua KPPS minta dia paraf untuk perbaiki yang baru," kata Putu.

Lihat juga: Ahok: Yang Enggak Kebagian C6 Harus Tetap Datang ke TPS

Komisioner KPU DKI Jakarta Bidang Pemutakhiran Data Pemilih Moch Sidik sebelumnya menanggapi beredarnya informasi perbedaan nomor induk kependudukan (NIK) yang ditulis dalam formulir C6 atau surat pemberitahuan memilih dengan NIK asli yang ada dalam E-KTP. Menurut Sidik, perbedaan tersebut kemungkinan terjadi karena kesalahan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) saat menulis NIK dari berkas daftar pemilih tetap (DPT).

"Jadi human error, harus dipastikan. Jadi cek saja sidalih, kalau terdaftar, mestinya NIK benar di DPT, cuma C6 aja yang bermasalah," ujar Sidik di Kantor KPU DKI, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Senin (17/4/2017).

Sidik mengatakan, apabila ada perbedaan, NIK yang akan dicek adalah yang tercantum dalam e-KTP.

Untuk memastikan apakah pemilih mendapatkan formulir C6 dengan NIK yang berbeda, Sidik mengimbau mereka untuk mengecek apakah sudah terdaftar dalam DPT dengan mengakses laman https://pilkada2017.kpu.go.id/pemilih/dpt/2/nasional. Apabila NIK dalam formulir C6 tersebut berbeda, pemilih tak perlu lagi meminta formulir C6 baru kepada KPPS.

"Saya kira C6 yang sudah dibagikan saja. Ini kan kami berikan ke KPPS, bilang saja ini yang benar. Koreksi sendiri enggak apa-apa," kata Sidik.

Baca juga: KPU DKI: Perbedaan NIK di E-KTP dan Formulir C6 karena Human Error

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com