Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Pelanggaran Pabrik Mercon di Tangerang yang Berujung Kebakaran

Kompas.com - 30/10/2017, 10:15 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Kepolisian, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Pemerintah Kabupaten Tangerang tengah bekerja merumuskan hukuman bagi pemilik pabrik mercon yang terbakar di Kosambi pada Kamis (26/10/2017) lalu.

Tragedi yang menewaskan hingga 48 orang itu diyakini sebagai buah dari berbagai pelanggaran aturan. Setidaknya, tercatat ada empat jenis pelanggaran yang dilakukan.

1. Izin usaha

Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar mengatakan pabrik mercon milik PT Panca Buana Cahaya Sukses itu memiliki izin lengkap mulai dari izin industri, izin lingkungan, hingga izin mendirikan bangunan.

Awalnya, pabrik itu beroperasi dengan izin gudang. Lalu tahun 2015 sesuai permintaan pemiliknya, statusnya ditingkatkan sebagai manufaktur. Tahun 2016, izin industrinya diterbitkan dan tahun 2017 diperpanjang lagi sejak dua bulan lalu.

Baca juga : Kejanggalan-kejanggalan Terbakarnya Pabrik Mercon di Kosambi

Meski mengantongi izin, belakangan diketahui ada perizinan yang dilanggar. Pelanggaran ini membuat izin pabrik dicabut oleh Pemkab Tangerang.

"Izin usaha industri dan di sana dijelaskan ditandatangani oleh direksi, pekerjanya jauh di bawah 100 hanya 10 orang. Jadi proposal semuanya dengan luasan sedemikian rupa, hanya 10 15 orang masih memungkinkan, tapi ketika kita tahu ada 100 orang pekerja kemudian ada pelanggaran bangunan sudah pasti dicabut," ucap Zaki, Minggu (29/10/2017) malam.

Kondisi gudang mercon yang terbakar di Tangerang, Jumat (27/10/2017).KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR Kondisi gudang mercon yang terbakar di Tangerang, Jumat (27/10/2017).

2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Penyelidikan polisi dan kesaksikan dari korban selamat menguak awal mula kebakaran pada Kamis pagi itu. Api berasal dari percikan yang muncul saat sebagian pekerja mengelas asbes. Percikan itu diduga menyambar ke bahan-bahan baku kembang api dan petasan banting yang mudah terbakar.

Kobaran cepat api dan minimnya akses keluar masuk juga dituding sebagai penyebab banyaknya korban meninggal, kesulitan menyelamatkan diri.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri mengatakan dari segi konstruksi bangunan sendiri, pabrik ini lebih mirip seperti gudang. Sarana, prasarana, dan keselamatan kerjanya tidak memadai.

Baca juga : Kebakaran Pabrik Mercon Kosambi dan Jatuhnya Balok Tol Pasuruan-Probolinggo, K3 Dievaluasi

"Yang terkait K3 ada beberapa SOP untuk penimbunan, penggunaan, kemudian produksi bahan berbahaya ini SOP lebih tinggi, soal panas saja ada diatur sarana prasarana yang baik untuk mengendalikan panas," ujar Hanif ketika berkunjung ke pabrik, Minggu (29/10/2017).

Dengan jenis usaha berbahaya, sangat disayangkan tidak ada jalur evakuasi. Padahal, titik dan jalur evakuasi penting bagi industri rentan bahaya seperti ini.

"Ada Peraturan Kapolri soal pengendalian bahan berbahaya, ada juga di undang-undang yang mengatur K3," kata Hanif

Olah TKP pabrik mercon yang terbakar di Kosambi, Tangerang, Jumat (27/10/2017).KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR Olah TKP pabrik mercon yang terbakar di Kosambi, Tangerang, Jumat (27/10/2017).

3. Mempekerjakan anak di bawah umur

Halaman:


Terkini Lainnya

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Megapolitan
Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Megapolitan
Polres Bogor Buat Aplikasi 'SKCK Goes To School' untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Polres Bogor Buat Aplikasi "SKCK Goes To School" untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Megapolitan
Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com