Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Upaya Sandiaga Raih Status WTP untuk DKI Jakarta

Kompas.com - 12/12/2017, 07:31 WIB
Sherly Puspita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak awal pemerintahannya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno didaulat menjadi the leader of road to WTP . Mendapatkan opini atau status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi tujuan utama pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga.

Tugas ini menjadi tantangan tersendiri bagi Sandiaga. Pasalnya, sudah empat tahun berturut-turut Pemprov DKI Jakarta mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK.

Salah satu penyebab gagalnya DKI mendapat status WTP karena pencatatan aset milik Pemprov DKI Jakarta yang buruk.

Demi mencapai tujuannya, Sandiaga membentuk tim khusus untuk membahas langkah-langkah yang harus ditempuh untuk meraih WTP. Tim tersebut menggelar rapat setiap Senin dan digelar di ruang rapat WTP, Gedung Blok G lantai 7, Balai Kota DKI Jakarta.

Pada Senin (11/12/2017) Kompas.com mencoba melihat proses jajak pendapat tim WTP dalam membahas pencatatan aset DKI Jakarta. Turut hadir dalam rapat tersebut Sekretaris Daerah DKI Saefullah, Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI Achmad Firdaus, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Michael Rolandi, dan jajaran PNS DKI.

Saat itu, Firdaus diminta memaparkan kerjanya terkait proses pencatatan aset DKI. Dalam paparannya, Firdaus juga menjelaskan beberapa temuan terkait pencatatan aset DKI yang pada akhirnya menjadi temuan BPK.

Kesalahan input

Sebelum organisasi BPAD dan BPKD DKI dipisah, Pemprov DKI Jakarta telah memiliki aplikasi pencatatan aset daerah. Namun, aplikasi tersebut belum dapat melakukan validasi sebelum data terinput.

Salah satu contoh kesalahan input aset daerah melalui aplikasi tersebut terjadi tahun 2016. Ada aset yang tercatat senilai Rp 58 triliun, padahal jumlah aslinya Rp 5,8 miliar.

Baca juga : BPAD Sebut Ada Aset DKI Rp 5,8 M Tercatat Rp 58 T di Era Ahok, Sandiaga Kaget

Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI, Achmad Firdaus saat memberikan paparan dalam rapat road to WTP, Senin (11/12/2017).Kompas.com/Sherly Puspita Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI, Achmad Firdaus saat memberikan paparan dalam rapat road to WTP, Senin (11/12/2017).
Firdaus menjelaskan, kesalahan pencatatan ini karena sebelumnya penginputan aset dilakukan tanpa melalui validasi kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.

"Ini yang kami sempurnakan. Kalau dulu yang salah pencatatan seperti ini kebanyakan dari KIB (Kartu Inventaris Barang) tipe A, tanah. Yang Rp 58 triliun itu bentuknya sekolah, kelebihan nol dalam penginputannya," ujar Firdaus.

Firdaus menambahkan, temuan BPK menjadi landasan BPAD menyempurnakan aplikasi tersebut. Kini, ada fitur baru dalam aplikasi tersebut yang mengharuskan adanya validasi dari kepala SKPD sebelum aset terinput.

Pemanfaatan aset

Firdaus mengatakan, Pemprov DKI Jakarta sebenarnya memiliki aset yang cukup besar nilainya. Meski demikian, aset yang besar tersebut tak begitu berdampak pada pertambahan pemasukan daerah.

"Rp 421 triliun aset kita, kok enggak menghasilkan, (pendapatan daerah) Rp 1 triliun saja enggak masuk" ujar Firdaus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Megapolitan
Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Megapolitan
Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com