Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ojek Online: Dulu Sehari Bisa Rp 500.000, Sekarang Segitu Seminggu...

Kompas.com - 28/03/2018, 14:20 WIB
Rima Wahyuningrum,
Ana Shofiana Syatiri

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengemudi ojek online menjerit dengan tarif per kilometer Rp 2.000 yang dianggap tidak manusiawi. Tarif ini membuat penghasilan mereka menurun jauh, tidak "seberjaya" pada 2016.

Topan, salah seorang driver GrabBike, di Kebun Jeruk, Jakarta Barat, menceritakan, saat pertama bergabung pada 2015, tarif per kilometer mencapai Rp 3.000. Menurut dia, saat ini hanya Rp 1.600.

Perbedaan tarif per kilometer ini membuat penghasilannya melorot jauh. Pada awal bergabung, dia bisa mendapat Rp 500.000 dalam sehari.

"Kalau dulu bisa Rp 6 juta sebulan pas 2016-an dan seharinya bisa Rp 500.000. Sekarang segitu (Rp 500.000) cuma bisa seminggu," kata Topan kepada Kompas.com, Rabu (28/3/2018).

Baca juga : Ojek "Online": Harus Banting Tulang untuk Rp 150.000 per Hari, Persaingan Sekarang Ngeri...

Pengemudi ojek online melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/3). Massa dari pengemudi ojek online menuntut pemerintah membantu untuk berdiskusi dengan perusahaan transportasi online agar merasionalkan tarif.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Pengemudi ojek online melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/3). Massa dari pengemudi ojek online menuntut pemerintah membantu untuk berdiskusi dengan perusahaan transportasi online agar merasionalkan tarif.
Hal ini juga dirasakan teman Topan, Darto. Menurut dia, penghasilan ojek online kini tidak lagi bisa menutupi. Sebab, mereka juga harus membeli bahan bakar, perawatan motor, dan sebagainya. Oleh karena itu, keduanya mendukung aksi teman-teman yang menuntut tarif per kilometer dinaikkan menjadi Rp 4.000.

"Kalau saya pribadi sepakat. Sebenarnya sih kurang per kilo Rp 1.600 sekarang. Perawatan motor, bensin, kuota juga enggak ketutup," kata Darto (45), pengemudi Go-Jek.

Baca juga: Pengemudi Menunggu Langkah Jokowi Atasi Perang Tarif Ojek "Online"

Ucok, pengemudi Go-Jek yang duduk di sebelah Darto, langsung mengamini.

"Saya sebulan bensin bisa Rp 500.000. Teman-teman di sini (pangkalan ojek online Jalan Panjang) enggak ada yang Premium, semuanya Pertamax," kata Ucok.

Pengemudi ojek online melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/3). Massa dari pengemudi ojek online menuntut pemerintah membantu untuk berdiskusi dengan perusahaan transportasi online agar merasionalkan tarif.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Pengemudi ojek online melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/3). Massa dari pengemudi ojek online menuntut pemerintah membantu untuk berdiskusi dengan perusahaan transportasi online agar merasionalkan tarif.
Dibandingkan dengan Ucok dan Topan, Darto sudah tidak menjadikan ojek online sebagai pekerjaan utama. Dia mengojek hanya sebagai pekerjaan sambilan.

Baca juga : Pinjamkan Ponsel ke Penumpangnya, Ojek Online Jadi Korban Pencurian

"Sekarang udah enggak ketutup kalau saya enggak sekalian buka (jualan) mie ayam. Makin ke sini makin tipis (pendapatannya)," ujarnya.

Mengenai persaingain antara operator ojek online, menurut ketiganya, hal itu tidak memberi pengaruh dengan penghasilan mereka. Mereka sepakat bahwa penumpang bebas memilih ojek mana pun. 

"Persaingan cuma ada di perusahaan saja, bukan di kita-kita (pengemudi)," kata Topan, yang diiyakan oleh Darto dan Ucok.

Baca juga: Menengok Penjualan Helm dan Jaket Mirip Seragam Ojek Online Setelah Grab Akuisisi Uber

Setelah ribuan pengemudi online melakukan aksi dan ditemui Presiden Joko Widodo, mereka berharap ada perubahan tarif. Tarif tersebut diharapkan bisa menguntungkan penumpang dan juga pengemudi.

Kompas TV Mereka berdiskusi langsung dengan presiden terkait tuntutan dan aspirasi para pengemudi ojek online.

"Kami ngikutin saja kalau memang memberikan perubahan buat kami. Kalau dari analisis kami, kalau kemahalan kasihan penumpangnya juga," kata Topan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com