Tapi pertanyaan, dari mana Buaya ini datang? Belum terjawab.
Ada tiga kemungkinan. Pertama, buaya-buaya itu berasal dari penangkaran. Bisa saja buaya-buaya itu keluar dari penangkaran saat terjadi banjir besar di Jakarta beberapa waktu lalu.
Kedua, mungkin buaya itu adalah milik seseorang yang sengaja dilepas karena karena pemiliknya tidak kuat menanggung beban makanan buaya yang semakin mahal.
Dan ketiga, mungkin mereka berasal dari habitat buaya di kawasan mangrove, Pluit dan Angke, Jakarta Utara, yang sebelumnya dianggap punah.
Jika kemungkinan ketiga ini benar, ini adalah kabar gembira bagi dunia konservasi keragaman hayati. Sebab, habitat buaya muara (Crocodylus porosus) diketahui sudah lama punah sejak 1920.
Artinya, ekosistem di Utara Jakarta yang selama puluhan tahun rusak dan tak tentu kondisinya karena limbah kota, kini mulai membaik karena ada buaya lagi di sana.
Penduduk Jakarta pada 1920 hanya sekitar 300 jiwa. Saat itu hanya terdapat industri rumahan. Jumlahnya pun sangat sedikit.
Sementara, Jakarta saat ini dihuni oleh 10 juta orang. Ada ribuan industri mulai dari rumahan, menengah, hingga besar. Semua limbah industri mengalir ke muara Jakarta. Belum lagi tambahan jumlah limbah industri yang mengalir dari belasan sungai di Bogor, Depok, Bekasi, yang total penduduknya mencapai 20 juta jiwa.
Tapi, buaya tetaplah buaya. Hewan pemalu yang bisa mengancam manusia jika terdesak.
Jawaban asal muasal sejumlah buaya di Ibu Kota harus tuntas diketahui. Ini penting agar hewan yang dilindungi dan tidak boleh dibunuh kecuali mengancam keselamatan manusia itu bisa ditangani dengan tepat dan dilokalisasi keberadaannya. Agar baik bagi buaya, baik pula bagi penduduk Jakarta!
Saya Aiman Witjaksono,
Salam…