Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Perkara Pemkot Bekasi Tangguhkan Kartu Sehat dan Mau Tempuh Jalur Hukum

Kompas.com - 10/12/2019, 06:09 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi


BEKASI, KOMPAS.com – Layanan jaminan kesehatan daerah Kartu Sehat berbasis nomor induk kependudukan (Jamkesda KS-NIK) Pemerintah Kota Bekasi tak akan berjalan seperti biasa mulai 2020 nanti.

Padahal, layanan ini cukup merebut minat warga Kota Bekasi. Sejak 2012 berjalan sebagai Kartu Bekasi Sehat, kemudian pada 2018 bermetamorfosis menjadi KS-NIK, warga tak dipungut iuran untuk menikmati layanan fasilitas kesehatan kelas III melalui KS-NIK.

Penyebabnya, ada masalah dalam dasar hukum yang disusun belakangan setelah KS-NIK beroperasi beberapa tahun. KS-NIK akan disusun ulang skemanya karena dianggap tumpang tindih dengan BPJS Kesehatan.

"Ingat, ini pemberhentian sementara ya. Langkah ke depan sudah dijelaskan di surat," ujar Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi saat dikonfirmasi pada Minggu (8/12/2019).

Baca juga: Pemkot Bekasi Stop Sementara Layanan Kartu Sehat Mulai Tahun Depan

Surat yang dimaksud Rahmat Effendi ialah surat edaran bertanggal 29 November 2019 dengan nomor 440/7894 Dinkes.

"Pemkot Bekasi sedang merumuskan kebijakan pelayanan kesehatan yang bersifat komplementer dan tidak tumpang tindih dengan program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan," tulis pria yang akrab disapa Pepen itu dalam surat edarannya.

Dasar hukum bermasalah

Biang permasalahan KS-NIK adalah Peraturan Presiden RI Nomor 82 Tahun 2018, tepatnya pada Pasal 102. Pasal itu mengatur, pemerintah daerah yang menyelenggarakan jaminan kesehatan daerah wajib mengintegrasikannya ke dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.

Dasar hukum yang muncul jauh setelah Kartu Bekasi Sehat dan KS-NIK ada ini tak pelak menjadi polemik. Pasalnya, Perpres ini kemudian menjadi acuan bagi Menteri Dalam Negeri menerbitkan Permendagri Nomor 33 Tahun 2019 tentang Penyusunan APBD 2020.

Kota Bekasi, sebagaimana daerah-daerah lain, melalui Permendagri itu, tak diperkenankan memuat anggaran jamkesda yang “tumpang-tindih” dengan BPJS Kesehatan.

Permendagri yang bersumber dari Perpres tadi itu pun akhirnya disebut sebagai acuan penangguhan KS-NIK dalam surat edaran yang Pepen terbitkan akhir November 2019.

Akan tetapi, Senin (9/12/2019), Pepen menyatakan bakal mengajukan uji materi terhadap Perpres Nomor 82 Tahun 2018 ke Mahkamah Agung (MA).

Analisisnya bersama tim Advokasi Patriot menyimpulkan, Perpres tersebut melangkahi undang-undang yang ada di atasnya, sehingga menimbulkan kesan “monopoli” sistem jaminan kesehatan oleh pemerintah pusat.

"Saya melihat ada yang salah antara Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional ke Perpres-nya (Nomor 82 Tahun 2018), sehingga terjadi monopoli. Padahal kami, (pemerintah) daerah mampu melaksanakan aplikasi (jamkesda) itu dengan sebaik-baiknya," jelas Rahmat Effendi dalam konferensi pers di kantornya, Senin.

Undang-Undang yang dilangkahi Perpres itu ialah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 soal Pemerintah Daerah.

Baca juga: Tumpang Tindih dengan BPJS Kesehatan, Pemkot Bekasi Akan Susun Skema Baru Kartu Sehat

Dalam UU Pemerintah Daerah itu, layanan kesehatan menjadi salah satu pelayanan dasar yang wajib diurusi oleh pemerintah daerah, dalam hal ini Pemkot Bekasi.

"Perpres itu mencabut kewenangan pemerintah daerah," ujar Hadi Sunaryo, anggota Tim Advokasi Patriot kepada wartawan, Senin.

"Sementara di Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pun, di Pasal 171 Ayat 2 menjelaskan, pemerintah kota atau kabupaten wajib menyediakan 10 persen dari APBD yang ada untuk pembiayaan jaminan kesehatan daerah," tutur dia.

Hadi berharap, uji materi ini, jika kelak dikabulkan oleh MA, akan membuat Perpres Nomor 82 Tahun 2018 direvisi agar tidak mencerabut kewenangan pemerintah daerah melaksanakan jamkesda.

Selain uji materi terhadap Perpres, Pemkot Bekasi juga bakal melayangkan uji materi terhadap Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pasal yang akan digugat yakni Pasal 17 tentang sanksi yang diperoleh warga negara apabila tak mendaftarkan diri dalam BPJS.

"Dikaitkan dengan UUD 1945, BPJS kesehatan itu kan sifatnya nirlaba atau gotong-royong tentunya kalau nirlaba tidak memungut adanya keuntungan. Tapi coba baca Pasal 17-nya, itu sangat jelas bahwa kalau kita tidak bisa bayar BPJS, ada sanksi administrasi, kemudian ada denda. Denda ini yang parah karena artinya memperoleh keuntungan,” kata Hadi.

Dalam Pasal 17 Undang-Undang BPJS disebutkan, setiap orang yang tidak mendaftarkan diri dalam BPJS akan disanksi. Sanksi itu (Ayat 2) berupa teguran tertulis, denda, dan atau tidak mendapat layanan publik tertentu.

Hadi membenarkan, masalah pengenaan sanksi tadi sebetulnya tak hanya dialami oleh warga Kota Bekasi, melainkan seluruh Warga Negara Indonesia. Namun, di Kota Bekasi sendiri, Pemkot mencatat sekitar 500 ribu warganya belum terdaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan.

Artinya, 500 ribu warga Kota Bekasi juga terancam terkena sanksi yang dimaksud dalam UU BPJS andai tak kunjung mendaftarkan diri pada layanan BPJS Kesehatan. Padahal, Pemkot Bekasi punya program KS-NIK yang lebih menarik – karena tak dipungut iuran – bagi mereka untuk sekadar memperoleh layanan kesehatan kelas III.

Rancang skema baru

Sebagai antisipasi selama dasar hukum tadi diuji materi di Pengadilan, Pemkot Bekasi tengah merancang skema baru KS-NIK yang rencananya aktif mulai 2020 nanti.

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi memberi contoh, pihaknya bakal menyetop layanan KS-NIK kepada warga yang tercatat sebagai penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan.

"Yang kami stop adalah orang yang sudah punya BPJS, dia tidak bisa lagi pakai KS. Tapi, di Kota Bekasi masih ada 500 ribu warga yang tidak punya BPJS," jelas Pepen.

"Kita sudah konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri, itu bisa dilakukan. Apalagi kalau orang dalam keadaan insidentil, masuk rumah sakit, BPJS tidak aktif, apa bisa dirawat (jika tanpa KS-NIK)? Tidak bisa," imbuhnya.

Baca juga: Warga Kota Bekasi Pengguna Aktif BPJS Sudah Tak Bisa Pakai Kartu Sehat

Pepen dan jajaran menyebut bahwa contoh di atas hanya salah satu contoh dari skema baru yang tengah dirancang. Saat ini, Pemerintah Kota Bekasi masih mendata nama-nama beserta nomor kepesertaan masing-masing warga yang punya kepemilikan ganda KS-NIK dan BPJS Kesehatan sekaligus.

Jika rencana skema baru itu sudah matang, Pepen akan menerbitkan peraturan wali kota untuk mengaturnya lebih detail.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com