Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Pembahasan APBD DKI 2021 yang Tertutup, Molor, dan Singkat...

Kompas.com - 05/11/2020, 09:29 WIB
Singgih Wiryono,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) DKI Jakarta kembali menjadi sorotan.

Pemprov DKI Jakarta tidak mengunggah berkas draf kebijakan umum anggaran plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) untuk APBD 2021 ke situs web apbd.jakarta.go.id

Pembahasan rancangan anggaran juga dinilai tertutup lantaran dibahas di luar wilayah Jakarta.

Selain itu, pembahasan rancangan anggaran 2021 juga molor.

Baca juga: Bagaimana Publik Beri Masukan jika Dokumen KUA-PPAS APBD Jakarta Dibuka Ketika Final?

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Nasdem Jupiter mengatakan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sempat memberikan peringatan karena molornya pembahasan ini.

Dia mengatakan, rancangan KUA-PPAS mestinya paling lambat sudah dibahas pada pertengahan Oktober lalu.

Namun, lanjut Jupiter, Pemprov DKI Jakarta berdalih Covid-19 menjadi penyebab utama terlambatnya penyusunan berkas KUA-PPAS tersebut.

Baca juga: DPRD DKI Gelar Rapat Anggaran di Puncak, Pengamat: Bahas APBD Jabar?

Karena molor, jadwal pembahasan draf KUA-PPAS menjadi sangat singkat.

Dalam berkas keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPRD DKI Jakarta mengenai jadwal pembahasan KUA-PPAS 2021, pembahasan di tingkat komisi hanya diberi waktu dua hari.

Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai, waktu yang diberikan dinilai terlalu singkat dan seperti formalitas belaka.

Dibahas di luar Jakarta

Rapat pembahasan rancangan KUA-PPAS 2021 sulit diakses warga di Jakarta lantaran akan digelar di Hotel Grand Cempaka Resort, Puncak, Jawa Barat, bukan di Gedung DPRD DKI Jakarta seperti biasanya.

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI-P Gembong Warsono mengatakan, alasan rapat digelar di Puncak demi ketenangan para anggota Dewan.

"Pertimbangan adalah menjaga ketenangan dari anggota Banggar (Badan Anggaran)," ujar Gembong, Rabu (4/11/2020).

Baca juga: Pimpinan DPRD DKI Optimistis Pembahasan APBD 2021 Selesai Tepat Waktu

Menurut dia, ketenangan tersebut diperlukan karena Jakarta saat ini dalam situasi pandemi Covid-19.

Anggota Banggar merasa waswas apabila tempat pembahasan tidak memenuhi standar protokol kesehatan.

Kebijakan tersebut dikritik oleh pengamat kebijakan publik Agus Pambagio.

Agus menilai, gedung pemerintahan, termasuk Gedung DPRD DKI Jakarta, mestinya jauh lebih steril dari Covid-19 ketimbang hotel yang bisa didatangi siapa saja.

Baca juga: Pimpinan DPRD DKI Sebut Pandemi Covid-19 Berimbas Molornya Pembahasan KUA-PPAS APBD 2021

Dia juga mempertanyakan alasan DPRD DKI Jakarta memilih tempat yang jauh untuk membahas anggaran.

"Kan yang dibahas APBD DKI Jakarta, bukan Jabar (Jawa Barat) kan," tutur dia.

Selain itu, Agus juga menyoroti draf KUA-PPAS yang tidak diunggah ke situs web sehingga tak bisa diakses publik.

Dia menilai, tidak semestinya Pemprov DKI Jakarta menutup akses publik terhadap draf KUA-PPAS.

"Kalau sedang pembahasan, terbukalah, biar input bisa tetap masuk. Ini bisa menyaring soal pendapat," kata dia.

Pembahasan molor dan singkat

Pembahasan rancangan anggaran 2021 jauh dari kata ideal jika dilihat dari sisi waktu.

Hal tersebut diungkapkan Jupiter.

Dia mengatakan, rancangan KUA-PPAS 2021 mestinya sudah mulai dibahas pada pertengahan Oktober lalu. Itu pun sudah termasuk tenggat waktu paling mepet.

Namun nyatanya, rancangan KUA-PPAS 2021 baru mulai dibahas Rabu (4/11/2020) kemarin.

Jupiter mengatakan, Kemendagri memberi peringatan karena pembahasan rancangan anggaran yang molor ini.

"Dari Mendagri sudah warning juga, ini sudah mepet sekali," kata Jupiter.

Baca juga: DPRD dan Pemprov DKI Maraton 1,5 Bulan Bahas KUA-PPAS APBD 2021

Pemprov DKI Jakarta tidak membantah keterlambatan tersebut.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Nasruddin Djoko Sujono mengatakan, pandemi Covid-19 menjadi alasan utama yang membuat banyaknya perubahan anggaran dalam APBD 2020.

Perubahan anggaran tersebut berimbas pada molornya pembahasan APBD perubahan 2020 dan APBD 2021.

"Betul (terlambat), memang karena ini ada hal-hal terkait dengan pembaruan nomenklatur, kemudian penyesuaian di SIPD (sistem informasi pembangunan daerah)," kata Nasruddin.

Baca juga: FITRA: Ada Kesengajaan Publik Tidak Dilibatkan dalam Pembahasan KUA-PPAS 2021

Covid-19 menyebabkan perubahan anggaran 2020, khususnya pergeseran tidak terduga yang terjadi lima kali sehingga data perubahan terakhir terjadi pada 28 September lalu.

Jupiter juga mengkritik hasil Badan Musyawarah yang menetapkan jadwal pembahasan KUA-PPAS 2021 dalam waktu singkat.

Dalam keputusan Bamus tertulis pembahasan rancangan KUA-PPAS dijadwalkan berlangsung 15 hari. KUA-PPAS menurut jadwal akan disepakati dalam rapat paripurna pada 20 November 2020.

Dalam jadwal tersebut, pembahasan di tingkat komisi hanya diberi waktu dua hari pada 16-17 November 2020.

Baca juga: Pembahasan KUA-PPAS 2021 Dianggap Tidak Transparan, FITRA: Ada Aturan yang Dilanggar

 

Waktu dua hari itu diberikan untuk menyisir seluruh anggaran dengan nilai Rp 77,7 triliun.

"Menurut saya, tidak cukup dua hari," kata Jupiter.

Jupiter menilai, uang puluhan triliun rupiah tidak bisa dibahas hanya dalam waktu dua hari.

Pembahasan yang singkat, lanjut dia, akan menyebabkan banyak uang rakyat yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

"Tentunya (anggaran) Rp 77 triliun ini kami gunakan uang rakyat, harus ada pertanggungjawaban," ucap dia.

Baca juga: Publik Tak Miliki Akses Draf KUA-PPAS DKI Jakarta 2021, Ini Penjelasan Kepala Bappeda

Kritik tentang waktu pembahasan draf KUA-PPAS yang singkat di tingkat komisi juga dilontarkan anggota DPRD dari Fraksi PSI Anthony Winza.

Dia mengatakan, apabila benar pembahasan hanya dalam waktu dua hari, pembahasan tersebut benar-benar sekadar basa-basi.

"Rapat pembahasan ternyata hanya formalitas dan basa-basi, dan nanti anggaran langsung disahkan begitu saja tanpa melalui proses yang bisa dipertanggungjawabkan," kata dia.

Dia juga mengatakan, sangat tidak mungkin menyisir anggaran dengan detail hanya dalam waktu dua hari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com