Hanya ada enam karya seni Amir yang terpajang di dinding. Selebihnya ada potongan-potongan kayu dan alat-alat yang biasa dia pakai untuk mengukir.
Amir bercerita, tingkat kesulitan dalam mengukir menjadi tolok ukurnya dalam mentukan harga sebuah karya.
Namun, di saat-saat seperti ini, Amir tak bisa menjual karyanya dengan harga tinggi. Bahkan, dia terpaksa banting harga agar karyanya laku terjual.
"Ada yang kecil mahal, yang gede murah, kalau kepentok ya udah murah semua lah. Yang ini jual murah ini, contohnya ini udah ada yang punya," kata Amir sambil menunjukkan karyanya.
"Ini dari harga Rp 7 juta sampai Rp 6 juta dijual Rp 3,5 juta, itu juga sama teman jualnya," tambahnya.
Baca juga: Jumlah Warung Tegal di Jakarta Berkurang Sejak 2019
Sempat terbesit oleh Amir untuk mencari pekerjaan lain demi tetap mendapat penghasilan.
Namun, pria yang sudah bekerja di Pasar Seni sejak 1995 itu mengaku tak bisa melepaskan profesinya sebagai seorang seniman ukir.
Beruntung, Amir dan para seniman lain mendapat keringanan dalam membayar biaya sewa kios mereka.
"Nah kebijakan kantor selama lockdown enggak ada sewa. Lah mulai bulan ini separuh harga kebijakannya begitu," tutur Amir.
Pembayaran sewa itupun tidak wajib dilakukan setiap bulan.
"Bayarnya per bulan, cuma untungnya kita enggak diwajibkan per bulan, nanti paling kalau ada pengumuman baru pada bingung," ujar Amirudin.
"Aku aja setahun belum bayar. Biasanya akhir tahun harus bikin kartu masuk syaratnya harus lunas," lanjutnya.
Amir adalah satu dari segelintir seniman di Pasar Seni Ancol yang tetap memilih menggantungkan hidup melalui karya seninya.
Sebagian besar dari mereka meningalkan karya-karyanya di kios dan mencari rezeki di tempat lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.