Penambahan ratusan barcode pohon yang hendak dipasang oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Depok juga sempat mengherankan publik.
Pemkot Depok tetap melanjutkan rencana pemasangan barcode itu dengan dalih untuk mengedukasi masyarakat dalam pengenalan jenis hingga manfaat pohon.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, mempertanyakan rencana itu. Menurut dia, kebijakan barcode tidaklah penting jika hanya sekadar untuk mengenal jenis pohon dan beragam manfatnya.
Warga Depok sempat diramaikan dengan rencana Pemkot Depok menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Kota Religius.
Rancangan Perda (Raperda) itu sedianya sudah ada sejak 2019 namun gagal diloloskan. Pada 2020, rancangan Perda itu kembali muncul.
Pada 2019, sorotan publik begitu deras karena detail Raperda itu memberi ruang bagi pemerintah menentukan urusan agama warganya, mulai dari menentukan definisi perbuatan yang dianggap tercela, praktik riba sampai aliran sesat dan perbuatan syirik. Bahkan, etika berpakaian pun diatur di situ.
Namun pada 2020, Pemkot Depok tak lagi mencantumkan hal-hal tersebut. Alhasil Raperda penyelenggaraan kota religius terkesan tak jelas.
Namun lagi-lagi upaya Pemkot Depok meloloskan Raperda itu kembali menemui jalan buntu lantaran ditolak Kementerian Dalam Negeri (Kemnedagri) RI.
Pada 2020 lalu, Mohammad Idris pernah jadi sorotan karena disebut mengeluarkan kebijakan untuk merazia Lesbi, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di Kota Depok. Namun, Idris membantah dirinya mengeluarkan kebijakan terkait razia LGBT.
"Sama sekali Pemerintah Kota Depok, Pak Idris dalam hal ini sebagai Wali Kota Depok, belum mengeluarkan kebijakan apapun. Periksa saja, edaran saja belum punya saya," ujar dia, Kamis (16/1/2020).
Berkembangnya pemberitaan soal kebijakan itu muncul ketika Idris ditanya mengenai kasus Reynhard Sinaga yang merupakan Warga Negara Indonesia ber-KTP Depok.
Dari pertanyaan tersebut, Idris menjelaskan ketika itu bahwa Pemkot Depok sudah memerintahkan Sat Pol PP dan Dinas Kependudukan untuk melakukan tindakan terhadap aktivitas penertiban di tempat-tempat kos dan apartemen.
"Dan saya tidak mengatakan penertiban LGBT secara khusus, tidak. Mungkin, di antaranya (penertiban tersebut) ada penyimpangan-penyimpangan seksual, tidak hanya LGBT," tuturnya.
Baca juga: Dari KDS hingga Lagu di Lampu Merah, Ini Sederet Kontroversi Wali Kota Depok Mohammad Idris
Kebijakan parkir khusus perempuan atau ladies parking yang banyak diterapkan sejumlah pengelola perparkiran di Depok menuai kontroversi.
Area ladies parking seperti di gedung perkantoran atau pusat perbelanjaan, biasanya disediakan di titik parkir yang paling mudah untuk memarkirkan kendaraannya.