JAKARTA, KOMPAS.com - Aroma perselingkuhan polisi sempat menyeruak dari kasus kecelakaan yang menewaskan Selvi Amalia Nuraeni, seorang mahasiswi di Cianjur, Jawa Barat.
Mahasiswi Universitas Suryakencana itu diduga ditabrak mobil Audi A6 hitam yang dikemudikan sopir bernama Sugeng Guruh (41) dengan penumpang wanita bernama Nur.
Sebelumnya ramai diberitakan bahwa Nur merupakan istri Kompol D, seorang polisi yang tengah melaju di depannya bersama iring-iringan. Namun, kemudian dibantah.
Komisaris Polisi (Kompol) D, anggota Polda Metro Jaya kedapatan melanggar kode etik karena diduga berselingkuh dengan Nur (23). Namun belakangan, keduanya mengaku telah menikah secara siri.
Pengakuan itu kembali membuat geger publik lantaran anggota kepolisian dilarang memiliki istri lebih dari seorang.
Baca juga: Terungkapnya Perselingkuhan Kompol D karena Kasus Tabrak Lari dan Tanda Tanya soal Pemilik Audi A6
Merujuk pada Pasal 4 Peraturan Polri Nomor 6 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2010, seorang polisi dilarang untuk memiliki istri atau suami lebih dari satu.
Dalam peraturan tersebut, pasal 4 Ayat 1 berbunyi, “Pegawai negeri pada Polri hanya diizinkan mempunyai seorang istri atau suami.”
Pasal tersebut pun memuat larangan bagi polisi wanita (Polwan) untuk menjadi istri kedua. Pasal 4 Ayat 2 berbunyi:
“Anggota Polri wanita dan pegawai negeri sipil Polri wanita dilarang menjadi istri kedua dan seterusnya.”
Bukan hanya sanksi kode etik Polisi, Kompol D juga ternyata bisa diancam pidana karena memiliki istri lebih dari satu lantaran Indonesia ternyata menganut sistem monogami terbuka.
Dalam monogomi terbuka, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
Seorang suami boleh menikah lagi harus izin pengadilan yang mana juga perlu izin dari istri pertama. Apabila suami ketahuan poligami tanpa izin istri pertama, maka sanksi pidana pun mengancam.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 279 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mana diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Beleid itu berbunyi, barang siapa mengadakan pernikahan padahal mengetahui bahwa pernikahan atau pernikahan-pernikahannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu.
Kemudian, barangsiapa mengadakan pernikahan padahal diketahui bahwa pernikahannya atau pernikahan-pernikahan pihak lain menjadi pernikahan yang sah untuk itu.