Catatan Kompas.com, pada era Ahok, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta yang kala itu dijabat Saefullah mengatakan, setelah mengirim surat pemutusan kerja sama dengan PT Jakarta Monorail (JM), pihaknya meminta agar tiang monorel yang mangkrak segera dibongkar.
Alasannya, keberadaan tiang-tiang itu mengganggu keindahan dan estetika kota. Terlebih lagi, tiang-tiang itu dibangun tanpa menggunakan dana dari APBD ataupun APBN.
Dengan demikian, pembongkaran tidak akan merugikan negara. "Karena ini bukan uang APBD atau APBN, ini kan PT JM bekerja sama dengan PT Adhi Karya.
DKI minta juga untuk bongkar," ujar Saefullah di Balai Kota DKI Jakarta pada 26 Januari 2015.
Kala itu, Ortus Holding selaku pemegang saham mayoritas PT JM dan PT Adhi Karya masih terlibat dalam sengketa harga ganti rugi tiang pancang tersebut.
Baca juga: Sekda DKI Sebut PT Adhi Karya Setuju Tiang Monorel Dibongkar
PT Adhi Karya meminta Ortus melunasi pembayaran tiang senilai Rp 193 miliar. Sementara itu, Ortus hanya bersedia membayar ganti rugi tiang sebesar Rp 130 miliar.
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kemudian dilibatkan untuk melakukan taksiran harga terhadap tiang-tiang bekas proyek monorel itu.
BPKP menilai harga ke-90 tiang pancang di Jalan Asia Afrika dan Jalan HR Rasuna Said yang harus dibayarkan PT JM sebesar 14,8 juta dollar AS.
Merasa tidak puas dengan taksiran harga BPKP, akhirnya PT Adhi Karya dengan Ortus Holdings sepakat menyewa penaksir independen, yakni KJPP Ami Nirwan Alfiantori (ANA).
Baca juga: Ahok: Kalau Dibatalkan, Monorel Sudah Dibatalkan sejak Zaman Foke
Dari hasil taksiran KJPP ANA, muncul harga sebesar Rp 193 miliar. Karena masih belum puas, kedua belah pihak bertemu pada Januari 2013 dan menyepakati harga fondasi dan tiang pancang seharga Rp 190 miliar.
Direktur Utama PT Jakarta Monorail Sukmawati Syukur mengatakan, tiang-tiang monorel tersebut sudah disita oleh PT Adhi Karya.
Dengan demikian, yang berkewajiban untuk melakukan pembongkaran adalah PT Adhi Karya. "Tiang-tiang itu sudah disita oleh Adhi Karya, bukan milik kita," kata Sukmawati.
(Penulis: Rindi Nuris Velarosdela, Kurnia Sari Aziza | Editor: Hertanto Soebijoto, Desy Afrianti, Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.