Tujuan tarif puskesmas dinaikkan juga agar warga menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Mary menilai, warga Depok kini merasa tidak butuh JKN, program milik BPJS Kesehatan.
Sebab, warga lebih memilih membayar Rp 2.000 saat berobat ke puskesmas daripada membayar Rp 35.000 per bulan untuk premi JKN.
Oleh karena itu, tarif puskesmas kini dinaikkan menjadi Rp 10.000-Rp 30.000.
"Dengan kenaikan tarif ini, mudah-mudahan masyarakat jadi ya sudah bayar Rp 35.000 untuk JKN, sudah bisa puskesmas, rumah sakit, semua sudah terjamin," urai Mary.
Mary mengungkap beberapa faktor tarif puskesmas baru dinaikkan meski sudah berstatus BLUD sejak 2016.
Salah satunya, Dinkes Kota Depok saat itu tidak langsung merevisi peraturan Wali Kota Depok yang mengatur soal tarif puskesmas.
Namun, Mary tidak mengungkapkan alasan peraturan itu tak langsung direvisi.
Baca juga: Minta Layanan Puskesmas Depok Dibiayai APBD, Pimpinan DPRD: Pemkot Jangan Takut Rugi
Alasan lainnya, pada 2016, pemerintah pusat belum mewajibkan warga mengikuti program JKN.
Keikutsertaan warga dalam JKN merupakan program cakupan kesehatan semesta (universal health coverage/UHC) yang baru dicetuskan pada 2019.
"Waktu itu belum ada UHC, dorongan untuk semua masyarakat menggunakan program kesehatan kan belum ada. Kalau sekarang kan sudah program pemerintah pusat, (pada) 2024 sudah harus UHC seluruh daerah," tutur Mary.
Oleh karena itu, untuk mengejar target UHC, Pemerintah Kota Depok akhirnya menaikkan tarif pelayanan kesehatan di puskesmas agar semua warga menjadi peserta JKN.
Dengan kenaikan tarif puskesmas dari Rp 2.000 menjadi Rp 10.000-Rp 30.000, warga diharapkan menjadi peserta JKN sehingga tingkat kepesertaan program BPJS Kesehatan di Depok meningkat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.