JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi meringkus lima orang komplotan penipu berkedok rumah duka, Selasa (17/1/2017). Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum AKBP Didi Sugiyarto mengatakan penangkapan komplotan asal Sulawesi ini bermula dari laporan Teng Ie Ie pada 26 Desember 2016 lalu.
"Ada korban (Teng Ie Ie) yang suaminya meninggal dunia dan sudah disemayamkan di rumah duka di Jakarta Utara, dan meninggalnya korban ini dimasukkan di salah satu surat kabar," kata Didi di Mapolda Metro Jaya, Rabu (18/1/2017).
Berita duka itu dimuat oleh Harian Kompas pada 20 Desember 2016. Para pelaku yang melihat berita duka itu kemudian mencatat alamat Teng Ie Ie yang termuat. Berbekal alamat itu, para pelaku kemudian menelepon 108 untuk mendapatkan nomor telepon Teng Ie Ie.
Pagi itu, pelaku menelepon ke rumah Teng Ie Ie dan mengaku sebagai petugas Rumah Duka Jabar Agung Jelambar bernama Diki. Setelah mendapat nomor ponsel Teng Ie Ie dari penerima telepon, pelaku pun menelepon Teng Ie Ie untuk meminta uang pengurusan jenazah suaminya.
"Komplotan ini awalnya minta uang sejumlah Rp 40 juta dan disanggupi. Selanjutnya beberapa saat kemudian minta lagi Rp 20 juta. Tapi ketika minta lagi, korban tidak memberi," tutur Didi.
Teng Ie Ie saat itu mentransfer uang saat dalam perjalanan ke rumah duka menggunakan e-banking. Sesampainya di rumah duka, staf membantah ada karyawannya bernama Diki dan meminta uang.
Diki yang aslinya berinisial MT, adalah otak di balik komplotan ini. Ia berperan mengatur tugas rekan-rekannya. ASS bertugas mencari calon korban dengan cara melihat berita duka.
BH dan SA mencari nomor telepon rumah duka dan korban dengan menghubungi 108. Ada pula SAK yang bertugas menyediakan rekening dengan identitas palsu. Mereka dibekuk dengan puluhan kartu ATM, buku tabungan, ponsel, dan kartu SIM.
Hasil penipuan sebanyak Rp 40 juta rencananya dibagi rata ke seluruh anggota komplotan. Teng Ie Ie diduga bukan satu-satunya pelaku jika dilihat dari banyaknya rekening, ponsel, dan nomor telepon yang mereka miliki.
"Pengakuannya baru sekali, tapi akan kami selidiki lagi, karena ini temanya berubah-ubah, bukan hanya berkedok rumah duka," kata Didi.
Polisi masih mengembangkan kasus ini karena komplotan ini juga diduga terafiliasi dengan kelompok penipuan lainnya.
Polisi sementara ini menjerat mereka dengan pasal 378 KUHP tentang Penipuan juncto Pasal 55 dan atau Pasal 56 KUHP tentang bantuan melakukan kejahatan dan atau Pasal 480 KUHP tentang Penadahan dan atau Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Atas perbuatannya, mereka terancam hukuman lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.