Oleh: IRENE SARWINDANINGRUM
Jakarta, dengan segala kerumitan hidup di dalamnya, menjadikan warganya begitu bergantung pada para "embak", panggilan sayang asisten rumah tangga. Beragam drama berburu sang embak pun menjadi bagian kisah ibu kota negara kita.
"Mendadak, mungkin temans ada yang bisa bantu. Jakarta: Ada yang mbaknya bisa 'dipinjam' mulai besok sampai minggu depan? Bisa tinggal di rumah saya juga. Pak bojo sedang keluar kota, si mbak yang jaga Wikan suaminya perlu operasi mata, jadi nggak bisa jaga. Sayanya kerja. Mohon kalau ada infonya, terima kasih banyak," demikian status di akun Facebook Fian Khairunnisa (30), ibu satu anak balita yang tinggal di Ragunan, Jakarta Selatan, 12 Desember lalu.
Kekalutan tergambar jelas dalam statusnya itu. Pegawai kantor di Jakarta Selatan itu kebingungan karena pengasuh anaknya, Heni (40), dua hari sebelumnya mendadak mengabari tak bisa bekerja esok harinya karena harus merawat suaminya yang sakit.
"Bingung luar biasa saya, sampai tak bisa berpikir lagi malam itu. Suami di luar kota, tak ada keluarga di Jakarta. Tapi masih lumayan karena setelah pasang status itu dapat pinjaman istri OB kantor suami saya," katanya, Kamis (15/12/2016).
Saat embak tiada, keluarga pun bisa kalang kabut. Ini terutama terjadi pada pasangan yang memiliki anak, tetapi keduanya masih harus bekerja. Ujungnya, pekerjaan terganggu.
Meski sudah dapat pengasuh pengganti, Fian terpaksa berangkat siang ke kantor selama tiga hari. Ini karena sang anak, Wikan, belum terbiasa dengan pengasuh baru.
Puti Febia (29), pegawai BUMN di Jakarta Utara, ingat belasan kisah yang ia alami guna memperoleh pembantu untuk orangtuanya yang sudah pensiun. Sepanjang 2015, orangtuanya berganti pembantu sembilan kali dan tahun ini empat kali.
Lelah dan stres
Dari pengalaman Puti, paling sulit mencari pembantu untuk merawat anak-anak dan orang tua.
"Kalau anak-anak, pencari pembantu yang takut karena harus sabar betul. Tapi kalau (untuk merawat) orang lanjut usia, para pembantu yang takut karena seharian akan diawasi," kata Puti yang tinggal di Jatiasih, Bekasi.
Kondisi Jakarta yang membuat lelah dan stres memaksa warganya bergantung pada pembantu. Puti dan suaminya sama-sama bekerja di Jakarta. Mereka harus berangkat pagi dan pulang malam. Kelelahan dan stres karena kemacetan hingga berbagai urusan pekerjaan membuat mereka sulit menangani pekerjaan domestik.
"Mungkin kalau Jakarta tak semacet dan membuat stres seperti sekarang, kami tak akan membutuhkan pembantu seperti sekarang," ucapnya.
Di kalangan ibu-ibu pekerja, kesulitan mencari pembantu ini sudah melegenda, sampai-sampai ada istilah lebih sulit cari pembantu daripada cari suami.
Puti mengakui, lima tahun lalu masih mudah mencari pembantu. "Apalagi waktu saya masih kecil, tak ada kesulitan. Banyak yang mau bekerja dan bagus kerjanya," katanya.