Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Legenda "Si Embak" di Tengah Kegalauan Warga Kota

Kompas.com - 30/12/2016, 16:00 WIB

Oleh: IRENE SARWINDANINGRUM

Jakarta, dengan segala kerumitan hidup di dalamnya, menjadikan warganya begitu bergantung pada para "embak", panggilan sayang asisten rumah tangga. Beragam drama berburu sang embak pun menjadi bagian kisah ibu kota negara kita.

"Mendadak, mungkin temans ada yang bisa bantu. Jakarta: Ada yang mbaknya bisa 'dipinjam' mulai besok sampai minggu depan? Bisa tinggal di rumah saya juga. Pak bojo sedang keluar kota, si mbak yang jaga Wikan suaminya perlu operasi mata, jadi nggak bisa jaga. Sayanya kerja. Mohon kalau ada infonya, terima kasih banyak," demikian status di akun Facebook Fian Khairunnisa (30), ibu satu anak balita yang tinggal di Ragunan, Jakarta Selatan, 12 Desember lalu.

Kekalutan tergambar jelas dalam statusnya itu. Pegawai kantor di Jakarta Selatan itu kebingungan karena pengasuh anaknya, Heni (40), dua hari sebelumnya mendadak mengabari tak bisa bekerja esok harinya karena harus merawat suaminya yang sakit.

"Bingung luar biasa saya, sampai tak bisa berpikir lagi malam itu. Suami di luar kota, tak ada keluarga di Jakarta. Tapi masih lumayan karena setelah pasang status itu dapat pinjaman istri OB kantor suami saya," katanya, Kamis (15/12/2016).

Saat embak tiada, keluarga pun bisa kalang kabut. Ini terutama terjadi pada pasangan yang memiliki anak, tetapi keduanya masih harus bekerja. Ujungnya, pekerjaan terganggu.

Meski sudah dapat pengasuh pengganti, Fian terpaksa berangkat siang ke kantor selama tiga hari. Ini karena sang anak, Wikan, belum terbiasa dengan pengasuh baru.

Puti Febia (29), pegawai BUMN di Jakarta Utara, ingat belasan kisah yang ia alami guna memperoleh pembantu untuk orangtuanya yang sudah pensiun. Sepanjang 2015, orangtuanya berganti pembantu sembilan kali dan tahun ini empat kali.

Lelah dan stres

Dari pengalaman Puti, paling sulit mencari pembantu untuk merawat anak-anak dan orang tua.

"Kalau anak-anak, pencari pembantu yang takut karena harus sabar betul. Tapi kalau (untuk merawat) orang lanjut usia, para pembantu yang takut karena seharian akan diawasi," kata Puti yang tinggal di Jatiasih, Bekasi.

Kondisi Jakarta yang membuat lelah dan stres memaksa warganya bergantung pada pembantu. Puti dan suaminya sama-sama bekerja di Jakarta. Mereka harus berangkat pagi dan pulang malam. Kelelahan dan stres karena kemacetan hingga berbagai urusan pekerjaan membuat mereka sulit menangani pekerjaan domestik.

"Mungkin kalau Jakarta tak semacet dan membuat stres seperti sekarang, kami tak akan membutuhkan pembantu seperti sekarang," ucapnya.

Di kalangan ibu-ibu pekerja, kesulitan mencari pembantu ini sudah melegenda, sampai-sampai ada istilah lebih sulit cari pembantu daripada cari suami.

Puti mengakui, lima tahun lalu masih mudah mencari pembantu. "Apalagi waktu saya masih kecil, tak ada kesulitan. Banyak yang mau bekerja dan bagus kerjanya," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Diduga karena Korsleting, Sebuah Warteg Terbakar di Duren Tiga

Diduga karena Korsleting, Sebuah Warteg Terbakar di Duren Tiga

Megapolitan
Bocah Jatuh dari Rusunawa Rawa Bebek, Pengamat: Kondisi Rusunawa di DKI Mengkhawatirkan

Bocah Jatuh dari Rusunawa Rawa Bebek, Pengamat: Kondisi Rusunawa di DKI Mengkhawatirkan

Megapolitan
Jalan Prof Dr Satrio Macet Panjang Imbas Proyek Drainase

Jalan Prof Dr Satrio Macet Panjang Imbas Proyek Drainase

Megapolitan
Staf Hasto Kristiyanto Berencana Laporkan Penyidik KPK ke Kompolnas

Staf Hasto Kristiyanto Berencana Laporkan Penyidik KPK ke Kompolnas

Megapolitan
Staf Hasto Kristiyanto Mengaku Siap Kembali Diperiksa KPK, tapi Masih Waswas

Staf Hasto Kristiyanto Mengaku Siap Kembali Diperiksa KPK, tapi Masih Waswas

Megapolitan
Soal Rencana Duet Anies-Sohibul di Pilkada DKI, DPD Golkar : Itu Hak PKS, Silahkan Saja

Soal Rencana Duet Anies-Sohibul di Pilkada DKI, DPD Golkar : Itu Hak PKS, Silahkan Saja

Megapolitan
Gerindra Kota Bogor Masih Tunggu Arahan DPP untuk Tentukan Cawalkot Bogor

Gerindra Kota Bogor Masih Tunggu Arahan DPP untuk Tentukan Cawalkot Bogor

Megapolitan
Pengamat: Rusunawa Rawa Bebek Bukan Ditujukan untuk Keluarga, melainkan Buruh

Pengamat: Rusunawa Rawa Bebek Bukan Ditujukan untuk Keluarga, melainkan Buruh

Megapolitan
Strategi Unik Bima Arya untuk Pilkada Jabar 2024, Pasang Billboard Skincare 'Cerah' dan Janji Bagikan ke Warga

Strategi Unik Bima Arya untuk Pilkada Jabar 2024, Pasang Billboard Skincare "Cerah" dan Janji Bagikan ke Warga

Megapolitan
Kuasa Hukum Klaim Hasto dan Stafnya Dapat Ancaman dari KPK Setelah Lapor ke Bareskrim dan Komnas HAM

Kuasa Hukum Klaim Hasto dan Stafnya Dapat Ancaman dari KPK Setelah Lapor ke Bareskrim dan Komnas HAM

Megapolitan
Resahnya Warga Melawai dengan Aktivitas Restoran dan Parkir Liar di Sekitar Permukiman, Bikin Gaduh dan Kumuh

Resahnya Warga Melawai dengan Aktivitas Restoran dan Parkir Liar di Sekitar Permukiman, Bikin Gaduh dan Kumuh

Megapolitan
Puluhan Anak Berenang di Kali Keruh dan Banyak Ular, Petugas LMK: Takut Mereka Jadi Mangsa

Puluhan Anak Berenang di Kali Keruh dan Banyak Ular, Petugas LMK: Takut Mereka Jadi Mangsa

Megapolitan
Soal Peluang Maju di Pilkada Jabar, Walkot Depok: Tergantung PKS dan Keluarga

Soal Peluang Maju di Pilkada Jabar, Walkot Depok: Tergantung PKS dan Keluarga

Megapolitan
Empat Partai di Kota Bogor Deklarasikan Koalisi Bogor Maju untuk Pilkada 2024

Empat Partai di Kota Bogor Deklarasikan Koalisi Bogor Maju untuk Pilkada 2024

Megapolitan
LPSK Kaji Permintaan Perlindungan dari Staf Hasto Kristiyanto

LPSK Kaji Permintaan Perlindungan dari Staf Hasto Kristiyanto

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com