Sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi, BL sempat dirawat di RS Fatmawati. RK yang terkejut atas insiden yang menimpa putrinya ini baru mengetahui bahwa putrinya hamil setelah diperkosa.
RK pun melapor ke Polsek Metro Kebayoran Baru kasus dugaan pemerkosaan itu. Tak lama kemudian, pemuda berinisial MO berusia 20 tahun ditangkap. Pemuda itu pun mengakui pemerkosaan tersebut.
"Kami kenakan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur," kata Kapolsek Metro Kebayoran Baru AKBP Teguh Wibowo ketika dikonfirmasi.
Dengan ditangkapnya MO, tak serta merta membebaskan BL dari dakwaan. BL ditahan di Rutan Pondok Bambu yang merupakan tahanan dewasa dan dituntut bersalah.
Tuntutan ini dibacakan oleh jaksa Agnes Renitha Butar Butar pada Rabu (21/6/2017) kemarin. BL dianggap melakukan penganiayaan terhadap anak yang menyebabkan meninggal seperti tertuang dalam Pasal 76 huruf c juncto Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Keadilan untuk anak
Siti Zuma, pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik yang mendampingi BL, menyebut bahwa tuntutan jaksa ini melebihi ancaman pidana maksimal dan hukum acara pidana.
"Ancaman maksimal pasal 76C jo Pasal 80 ayat (3) UU Perlindungan Anak adalah 15 tahun dan untuk anak adalah setengahnya yaitu 7,5 tahun," kata Zuma ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis.
Jaksa penuntut umum dianggap tidak memiliki perspektif gender dan kepentingan terbaik untuk anak.
Selain itu, jaksa dianggap telah melanggar hukum acara karena mengabaikan kesaksian BL dalam sidang.
"Jadi tuntutan itu sudah disusun sebelum pemeriksaan terdakwa," kata Zuma.
Tuntutan itu dibacakan pada hari yang sama dengan pemberian keterangan BL. Dalam tuntutannya, jaksa menyebut keterangan BL berbelit-belit dan dianggap sebagai hal yang memberatkan.
Keluarga dan kuasa hukum berharap BL dibebaskan dari segala dakwaan. Sebab, menurut keluara dan kuasa hukum, BL tak menyadari bahwa ia hamil dan melahirkan.
Ini dianggap sebagai sebuah konsekuensi hidup di bawah kemiskinan dan tanpa akses pendidikan.
Direktur LBH Apik Jakarta Veni Siregar menyampaikan, BL adalah korban kemiskinan dan pemerkosaan sehingga ia seharusnya tak dihukum atas ketidaktahuannya itu.