Bahkan, tak jarang pihak pengelola ingin melakukan penindakan terhadap warga rusun yang menunggak pembayaran. Namun, kegiatan itu selalu gagal dilaksanakan karena menimbulkan kegaduhan.
"Kami sudah kirim surat (peringatan) kesatu, kedua, ketiga, terkait hutangnya tidak terealisasi. Sebelum eksekusi sudah pada demo ke DPRD, ke Gubernur, ke mana-mana, sehingga akhirnya urung dilakukan," kata Yasin.
Baca juga: Tunggakan Rumah Susun di DKI Jakarta Mencapai Rp 35 Miliiar
Akibatnya, UPRS hanya bisa memberikan peringatan tertulis kepada warga yang menunggak.
"Belum ada (langkah pengusiran), paling kami hanya bersurat. Prosedur untuk melakukan penindakan itu kita ada, eksekusinya yang belum," katanya.
Butuh dukungan
Menurut Yasin, pihaknya butuh dukungan dan perlindungan untuk melakukan pengosongan unit rusun bagi warga yang menunggak. Sebab, kata Yasin, secara aturan UPRS berhak memberikan sanksi tersebut.
"Saya ini posisinya serba salah. Makanya kalau saya didukung sesuai dengan aturan, ya, sudah kami tindak, tetapi kan banyak kepentingan di situ," kata Yasin.
Baca juga: Cara Efektif Pengelola Rusun Tambora Tagih Tunggakan Sewa Penghuni Rp 1,1 Miliar
Untuk itu, Yasin mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mengkaji budaya hidup masyarakat yang tinggal di rusun. Hasil kajian itu nantinya akan mejadi dasar untuk menentukan langkah yang tepat dalam mengatasi masalah tunggakan rusun.
Ia menambahkan, UPRS Marunda akan menerima segala hasil kajian tersebut, termasuk bila harus menertibkan para penghuni yang menunggak biaya sewa.
"Saya hanya menunggu, kalau instruksinya ditertibkan, ya, saya siap. Tapi, kan, harus ada solusi dan pendukung saya," kata Yasin.