DEPOK, KOMPAS.com - Tersangka kasus korupsi proyek pelebaran Jalan Nangka anggaran 2015 Harry Prianto enggan berkomentar setelah 13,5 jam diperiksa penyidik dari Polresta Depok, Jawa Barat, Rabu (12/9/2018).
Mantan Sekda Depok yang terlihat mengenakan kemeja batik dan membawa tas ransel hitam itu mulai diperiksa sejak pukul 08.30 hingga 22.00.
Sesekali Harry terlihat tersenyum kecil saat melihat para awak media.
Baca juga: Jalani Pemeriksaan Kasus Jalan Nangka, Mantan Sekda Depok Didampingi 6 Pengacara
Namun, ia enggan menjawab pertanyaan wartawan.
“Saya serahkan semua ke pengacara ya,” ucap Harry, di Mapolresta Depok, Jalan Margonda, Depok, Jawa Barat, Rabu malam.
Kuasa hukum Harry, Bernhard Sibarani mengatakan, kliennya menjawab 171 pertanyaan yang diajukan penyidik.
Baca juga: Mantan Sekda Depok Akan Penuhi Panggilan Polisi Hari Ini
“Ada 34 halaman dengan 171 pertanyaan dari penyidik yang ditanyakan,” ujar Bernhard.
Namun, Bernhard dan kuasa hukum lainnya enggan menjawab mengenai hasil pemeriksaan.
Selain itu, pihaknya juga enggan berkomentar terkait pertanyaan yang disampaikan penyidik.
Baca juga: Polisi Kembali Panggil Nur Mahmudi dan Mantan Sekda Depok Pekan Depan
“Lebih baik terkait substansi ditanyakan lebih rinci ke penyidik ya bukan kewenangan kami," katanya.
Pihaknya juga belum berpikir menempuh langkah praperadilan terkait penetapan tersangka Harry.
"Belum ada kepikiran, ini masih panjang. Selama proses hukum ini berjalan, kami berikan pembelaan secara maksimal," ucap Bernhard.
Baca juga: Mantan Sekda Depok yang Jadi Tersangka Korupsi Belum Dinonaktifkan
Pemanggilan ini merupakan pemanggilan kedua setelah Harry mangkir pada pemanggilan pertama, Kamis (5/9/2018).
Harry disebut sedang di luar kota terkait urusan pribadi yang tidak dapat ditinggal.
Menurut rencana, mantan Wali Kota Depok Nur Mahmudi akan menjalani pemeriksaan pada Kamis (13/9/2018).
Baca juga: Mantan Sekda Depok Minta Pemeriksaannya Ditunda
Berdasarkan keterangan Kapolres Depok Kombes Didik Sugiarto, Nur Mahmudi dan Harry Prianto terjerat kasus penyelewengan pengadaan tanah Jalan Raya Bogor dan Jalan Nangka, Depok, Jawa Barat, pada 2015.
Nur Mahmudi disebut membuat surat yang membebankan pengembang untuk melakukan pelebaran Jalan Raya Bogor dan Jalan Nangka.
Namun, fakta yang ditemukan, anggaran APBD 2015 itu malah keluar (tumpang tindih).
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah memeriksa kerugian daerah akibat proyek tersebut hingga Rp 10 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.