Sofyan mengatakan, sertifikat HGB pulau reklamasi telah diterbitkan atas permintaan Pemprov DKI Jakarta dan telah sesuai ketentuan administrasi pertanahan yang berlaku.
Sertifikat itu tidak bisa dibatalkan karena adanya azas presumptio justae causa, yakni setiap tindakan administrasi selalu dianggap sah menurut hukum sehingga dapat dilaksanakan seketika sebelum dapat dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh hakim yang berwenang sebagai keputusan yang melawan hukum.
Pembatalan itu juga dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Sofyan menyarankan Pemprov DKI Jakarta mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) apabila ingin membatalkan sertifikat tersebut.
Pada akhirnya, Anies tak pernah mengirim jajarannya ke PTUN untuk menggugat sertifikat itu. Gugatan malah diajukan sejumlah aktivis lingkungan dari Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta.
Gugatan ini ditolak PTUN dalam sidang eksepsi pada 15 November 2018 lalu.
Setelah menarik raperda dan memprotes BPN, nyaris tak ada lagi kebijakan terkait reklamasi yang terdengar. Baru pada 7 Juni 2018, Anies mengumumkan penyegelan bangunan di Pulau D.
Penyegelan dilakukan karena bangunan-bangunan di sana tidak memiliki izin pembangunan.
Baca juga: Pantai Reklamasi Diharapkan Bisa Dinikmati Publik Akhir Tahun Ini
Ada sekitar 932 bangunan di Pulau D yang sudah berdiri. Bangunan itu terdiri dari 409 rumah, 212 rukan, serta 313 jadi satu unit rukan dan rumah tinggal.
Penyegelan ini bukan yang pertama kali. Tercatat pada 2014 dan 2016 Pemprov DKI Jakarta menyegel bangunan di Pulau D karena tak ada izin.
Pada hari yang sama, yakni 7 Juni 2018, Anies mengundangkan Pergub tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta (BKP Pantura Jakarta).
BKP Pantura Jakarta disebut sebagai lembaga ad hoc dan bertanggung jawab kepada gubernur. Tugasnya adalah mengoordinaskan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyelengaraan reklamasi Pantai Utara Jakarta, sekaligus terhadap pengelolaan hasil reklamasi dan penataan kembali kawasan daratan Pantai Utara Jakarta.
Baca juga: Lahan Reklamasi 65 Persen untuk Fasilitas Publik, 35 Persen buat Pengembang
BKP Pantura Jakarta diketuai Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah. Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Gamal Sinurat menjadi wakil ketua dalam BPK Pantura Jakarta ini.
Di luar badan ini, Anies sendiri sudah punya tim khusus, yakni Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Bidang Pengelolaan Pesisir. Tim khusus itu diketuai Marco Kusumawidjaja, ahli tata kota yang menjadi tim pakar Anies-Sandi saat kampanye.
Pada 26 September 2018, Anies mengumumkan pencabutan izin 13 pulau reklamasi. Proyek reklamasi itu dihentikan setelah Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta bentukan Anies melakukan verifikasi semua kegiatan reklamasi di Jakarta.
Hasil verifikasi menunjukkan, para pengembang yang mengantongi izin reklamasi tidak melaksanakan kewajiban mereka. Namun, Anies tidak merinci kewajiban-kewajiban apa saja yang tidak dilaksanakan para pengembang.
"Apa yang terjadi? Sebanyak 13 pulau yang sudah mendapatkan izin untuk dilakukan reklamasi, setelah kami lakukan verifikasi, maka gubernur secara resmi mencabut seluruh izin pulau-pulau reklamasi tersebut," kata Anies pada 26 September 2018 lalu.
Baca juga: Anies Beri Nama Pulau Reklamasi Jadi Pantai Kita, Pantai Maju, dan Pantai Bersama
Ketiga belas pulau tersebut yakni Pulau A, B, dan E (pemegang izin PT Kapuk Naga Indah); Pulau I, J, dan K (pemegang izin PT Pembangunan Jaya Ancol); Pulau M (pemegang izin PT Manggala Krida Yudha); Pulau O dan F (pemegang izin PT Jakarta Propertindo); Pulau P dan Q (pemegang izin PT KEK Marunda Jakarta); Pulau H (pemegang izin PT Taman Harapan Indah); san Pulau I (pemegang izin PT Jaladri Kartika Paksi).
Ada empat pulau reklamasi yang tidak dicabut izinnya, yakni Pulau C dan D (pemegang izin PT Kapuk Naga Indah), Pulau G (pemegang izin PT Muara Wisesa Samudra), dan Pulau N (pemegang izin PT Pelindo II).
Anies menugaskan, PT Jakarta Propertindo mengelola Pulau C, Pulau D, dan Pulau G. Penugasan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 120 Tahun 2018 yang baru disahkan pada 16 November 2018.