JAKARTA, KOMPAS.com - Lonjakan kasus Covid-19 di Ibu Kota usai libur Lebaran 2021 membuat sejumlah pihak mengusulkan penerapan karantina wilayah total (lockdown) demi menekan penyebaran virus corona.
Hanya saja, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta belum bisa menerapkan opsi tersebut karena beberapa hal. Simak penjabarannya di bawah ini.
Wacana untuk menerapkan lockdown di Ibu Kota sudah ada sejak lama, bahkan sejak pandemi Covid-19 pertama kali muncul di Indonesia pada Maret 2020 lalu.
Hanya saja, pihak Istana berulang kali mengingatkan pemerintah daerah bahwa penerapan lockdown merupakan kewenangan pemerintah pusat, sebagaimana yang disampaikan Juru Bicara Presiden bidang Sosial Angkie Yudistia tahun lalu.
Baca juga: Kado Ulang Tahun Ke-494 Jakarta, Lonjakan Covid-19 hingga RS Terancam Kolaps
Hal ini diamini oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. Ia menegaskan dalam rapat bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada Senin (21/6/2021) kemarin bahwa "kewenangan (lockdown) ada di pemerintah pusat".
Saat ini, Pemprov DKI Jakarta tengah menunggu instruksi lebih lanjut dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian perihal penguatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro yang tengah diterapkan.
"Di Jakarta akan mengikuti apa yang menjadi kebijakan dan keputusan yang sudah diambil oleh pemerintah pusat, itu nanti kurang lebih yang akan kami tuangkan dalam peraturan gubernur," ujar Riza.
Selain alasan di atas, alasan keuangan juga menjadi pertimbangan mengapa karantina wilayah tak kunjung diterapkan di Jakarta.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Nasruddin Djoko Surjono mengungkapkan bahwa Jakarta tengah defisit anggaran.
Baca juga: Mulai Hari Ini, IGD RS Fatmawati Tak Lagi Terima Pasien Non-Covid-19
Pendapatan asli daerah baru terealisasi sebesar 28,27 persen di pertengahan tahun 2021 ini. Sementara jumlah belanja daerah sudah lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan.
"Saat ini realisasi Pendapatan Asli Daerah 2021 adalah Rp 13 triliun. Belanjanya ini sudah mencapai Rp 20-an triliun," ujar Nasruddin kepada Kompas.com, Selasa (22/6/2021).
Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) awalnya berkeberatan jika Jakarta menerapkan lockdown karena dapat berpengaruh negatif terhadap omzet usaha mereka.
Selain itu, pembatasan mobilitas warga juga dapat menekan laju pertumbuhan ekonomi Ibu Kota yang banyak ditopang oleh sektor jasa.
"Semakin banyak manusia bergerak bebas di Jakarta maka peluang terjadinya transaksi ekonomi semakin besar. Sebaliknya, jika pergerakan manusia dibatasi maka ekonomi Jakarta akan stagnan," ujar Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta Sarman Simanjorang, Minggu (7/2/2021) lalu.
Baca juga: Ketika RS Rujukan Covid-19 di Jabodetabek Kolaps dan Banyak Pasien Telantar
Namun, seiring meledaknya kasus Covid-19 di Jakarta pada bulan Juni ini, Sarman mengaku pasrah dan mengatakan bahwa pengusaha siap menerima apabila kebijakan lockdown diterapkan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.