DEPOK, KOMPAS.com - Kekhawatiran masih menyelimuti sejumlah guru di SMPN 2 Depok saat menjalani Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas.
Namun, kepuasan mengajar murid secara langsung mengalahkan kekhawatiran para guru.
Begitulah pengalaman dua guru SMPN 2 Depok, yakni Manondang Santa Lucia (41) dan Cucu Latifa Hidayati (51) saat memulai PTM Terbatas.
SMP Negeri 2 Depok sempat menjadi sorotan lantaran memiliki kasus Covid-19. Berawal satu orang terinfeksi Covid-19, lalu bertambah hingga total sembilan kasus.
Baca juga: Wakil Wali Kota Depok Mempertanyakan Data Pelecehan Seksual Anak, Ini Penjelasan Kejaksaan
Penghentian sementara PTM terbatas di Depok berlangsung pada 19-29 November.
Cucu, guru Bahasa Indonesia di SMPN 2 Depok tak memungkiri ada perasaan khawatir menjalani PTM Terbatas.
Namun, ia percaya dan berserah diri kepada Allah SWT.
“Tentu kita berdoa dan berusaha. Usahanya apa? Dengan perketat jalankan protokol kesehatan, jaga imun, imbau orangtua dan siswa apabila keadaan tak sehat dan bergejala agar PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh),” ujar Cucu saat ditemui di SMPN 2 Depok, Selasa (30/11/2021).
Cucu sadar tak bisa lepas dari kewajibannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Saat pemerintah mewajibkan guru melakukan PTM Terbatas, tentu Cucu harus menjalani.
“Kalau saya pribadi sebetulnya untuk saat ini lebih senang PTM Terbatas. Karena saya pribadi ketemu siswa itu bahagia ya,” tambah Cucu.
“Karena saya bisa transfer ilmu langsung dan mengoreksi langsung ketika siswa tak paham. Kalau belajar dari rumah kan terbatas hanya online. Kalau online ada yang berani, ada yang tak berani,” ujar Cucu.
Sementara itu, Manondang juga merasa khawatir mengajar di tengah adanya peningkatan kasus Covid-19, khususnya klaster PTM Terbatas.
Baca juga: PTM Terbatas di SMPN 2 Depok Kembali Digelar, Ini Protokol Kesehatannya
Manondang merasa sempat dalam kondisi dilematis saat melihat ada murid dan guru SMPN 2 Depok yang terpapar Covid-19.
“Kalau ngomongin kaya gini, kita aja merinding sebenarnya. Makanya kita sampai mau tahu data, ingin tahu aja data anak yang terpapar, artinya minimal mengantisipasi supaya kita bisa jaga jarak atau gimana untuk mengatasinya,” kata Manondang.
“Cuma kalau memang tidak dibiasakan nantinya akan tetap seperti ini pembelajarannya, kasihan anak-anaknya. Antara khawatir, berserah dan dilaksanakan aja dengan protokol kesehatan,” tambah Manondang.
Manondang merasa ada kepuasan saat mengajar langsung muridnya di sekolah. Ia pribadi lebih menyukai PTM Terbatas.
“Karena beda sekali. Kemarin kita tatap muka itu anak yang enggak pernah ketemu diajak ngobrol aja seperti patung karena enggak pernah ketemu guru, ketemunya laptop. Setelah dua minggu berjalan PTM Terbatas itu anak sudah mulai aktif,” lanjut Manondang.
Manondang tak memungkiri anak-anak bisa mendapatkan ilmu pengetahuan dari internet, guru les, dan buku. Namun, sosialisasi dari guru ke murid bisa hilang.
“Daya tangkap anak kan beda-beda juga. Ada yang tatap muka baru bisa nyambung. Orangtua juga banyak yang mengeluh seperti itu. Sebelum ada Corona pas SD anak aktif, bagus, tapi pas masuk SMP kena corona anak itu seperti pendiam sekali sampai nilai turun. Ya itu mungkin cocoknya harus tatap muka,” kata Manondang.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.