JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Provost Polres Metro Jakarta Timur Bripka Madih mendatangi Mapolda Metro Jaya, Kamis (9/2/2023).
Dia datang didampingi sepuluh pengacara untuk menanyakan perkembangan dugaan kasus penyerobotan lahan milik keluarganya yang telah dilaporkan sejak 2011.
"Sekarang kami didampingi lawyer yang nilainya ibadah, panggilan hati karena melihat si Madih ini ke mana-mana cuman sama bini, sama teman enggak ada pendampingan," ujar Madih kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (9/2/2023).
Baca juga: Polda Metro Libatkan BPN dan Pemda untuk Usut Sengketa Lahan Bripka Madih
Sementara itu, kuasa hukum keluarga Bripka Madih, Yasin Hasan menjelaskan bahwa dia bersama timnya datang untuk menanyakan perkembangan laporan kliennya ke Direktorat Reserse Kriminal Umun Polda Metro Jaya.
"Agendanya kami mempertanyakan perkembangan kasus polisi periksa polisi, terkait dengan laporan klien kami pak Madih pada 2011," kata Yasin.
Yasin berpandangan, kasus yang dilaporkan Bripka Madih pada 2011 seperti berjalan di tempat tanpa ada perkembangan apapun.
Ia mengeklaim bahwa timnya dan keluarga Bripka Madih baru mendapatkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan (SPDP) pada 3 Februari 2023.
"Kemarin ada salah satu pejabat PMJ yang mengatakan kalau perkara ini jalan. Masa yang katanya jalan sampai sekarang belum ada perkembangan apa-apa," kata Yasin.
Baca juga: Polisi Telusuri Unsur Pidana Bripka Madih yang Patok Lahan di Depan Rumah Tetangganya Sendiri
"Kami baru saja menerima SPDP itu 3 Februari 2023. Perkara itu 2011. Berapa belas tahun untuk mencari keadilan? 12 tahun lebih mencari keadilan," sambung dia.
Sementara itu, kuasa hukum lain Bripka Madih, Charles Situmorang menjelaskan keterangan kepolisian mengenai sisa lahan kliennya yang disebut seluas 761 meter.
Dia menyebut bahwa sisa lahan tersebut berbeda dengan lahan Bripka Madih dalam girik nomor 191 yang diduga diserobot pihak lain.
"Itu berkaitan dengan tanah yang berbeda, itu di lokasi girik 1815. Bukan bahas objek girik di 191, Ini berbeda," kata Charles
"Laporan kami di sini itu berkaitan dengan girik 191. Jadi ada perbedaan, ada miss di sini. Kami juga ada bukti-bukti lain," sambung dia.
Baca juga: Tuduhan Pemerasan Bripka Madih yang Tak Terbukti dan Berujung Permintaan Maaf
Sebagai informasi, kasus Bripka Madih mendadak ramai usai ia mengaku diperas rekan seprofesinya.
Madih mengaku dimintai sejumlah uang oleh oknum penyidik Polda Metro Jaya ketika melaporkan penyerobotan tanah yang dilakukan pihak pengembang perumahan pada 2011.
"Saya ingin melaporkan penyerobotan tanah ke Polda Metro Jaya, malah dimintai biaya penyidikan sama oknum penyidik dari Polda Metro," ungkap Madih saat dikonfirmasi, Kamis (2/2/2023).
Tak hanya meminta uang, oknum polisi yang menerima laporan Madih juga diduga meminta tanah seluas 1.000 meter persegi.
Oknum penyidik itu meminta Madih untuk memberikan tanahnya sebagai hadiah.
Baca juga: Berencana Mundur dari Polri, Bripka Madih Masih Anggota Provost di Polsek Jatinegara
Madih memastikan masih ingin memperjuangkan haknya. Terlebih, tanah milik orangtuanya memiliki luas hingga ribuan meter.
"Girik di nomor C 815 seluas 2.954 meter diserobot perusahaan pengembang perumahan. Sementara Girik C 191 seluas 3.600 meter diserobot oknum makelar tanah," pungkas Madih.
Sementara itu, Trunoyudo menjelaskan bahwa lahan milik Bripka Madih yang diduga serobot, sudah dijual sebagian sebelum dilaporkan ke polisi.
Hal tersebut berdasarkan temuan hasil penyelidikan yang telah dilakukan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya atas laporan Madih pada 2011.
"Telah terjadi jual beli dengan menjadi sembilan akta jual beli dan ada sisa lahannya. Tanahnya dari girik 191 seluas 4.411 meter, yang telah diikatkan dengan AJB (akta jual beli) seluas 3.649,5 meter. Artinya sisanya hanya sekitar 761 meter persegi," ujar Trunoyudo kepada wartawan, dikutip Sabtu (4/2/2023).
Baca juga: Polisi Pastikan Tidak Ada Pemerasan terhadap Bripka Madih atas Laporan Penyerobotan Lahan pada 2011
Menurut Trunoyudo, proses jual beli itu dilakukan oleh ayah Bripka Madih bernama Wadi sejak 1979 sampai 1992. Kala itu, Bripka Madih yang lahir pada 1978 baru berusia satu tahun.
Penyidik kemudian mengidentifikasi keabsahan AJB tersebut bersama tim Inafis, dengan memeriksa keidentikan cap jempol yang tertera di dokumen.
"Dia (Madih) masih kecil. Dalam proses ini, penyidik sudah melakukan langkah-langkah dan belum ditemukannya adanya perbuatan melawan hukum," ungkap Trunoyudo.
"Dalam hal ini, AJB dilakukan oleh inafis seksi identifikasi, melalui metode dark telescopic cap. Jempolnya pada AJB tersebut identik. Ini fakta hukum yang didapat penyidik," sambung dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.