Abe menyebutkan, gelimang harta kekayaan dapat menjadi faktor ketiga pemicu remaja melakukan kekerasan terhadap orang lain, setelah gagalnya tripusat pendidikan dan pengaruh revolusi 4.0 yang tidak dikontrol dengan baik oleh remaja tersebut.
Tripusat pendidikan yang dimaksud, yakni pendidikan dan perhatian dari orangtua atau keluarga di rumah, pendidikan di sekolah, dan pendidikan di masyarakat.
"Jadi ini kalau mau dikatakan inilah lingkaran setan bagaimana kita mendidik dalam posisi, kesesatan kita mendidik remaja-remaja kita," ucap dia.
Selain itu, Abe menjelaskan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh remaja memiliki kecenderung sebagai bentuk protes dan cara mereka mencari perhatian.
"Kekerasan itu bisa disebut sebagian bagian dari protes hidup mereka, tapi juga tanpa sadar mereka juga melakukan hal-hal yang dia sendiri gak ngerti salahnya di mana," jelas Abe.
Menurut Abe, saat melakukan protes hidup, para remaja cenderung berbuat sesuatu yang tanpa mereka sadari justru merupakan tindakan buruk.
Baca juga: Mario Dandy Aniaya D, Sosiolog: Bentuk Protes Hidup dan Cara Mencari Perhatian
Tindakan mereka itu juga didorong dengan keinginan untuk mendapatkan perhatian dari orangtua, keluarga, teman-teman, dan orang-orang lain di sekitarnya.
Tindakan yang mereka lakukan itu, kata Abe, tidak lagi memedulikan nilai positif atau negatif.
"Lalu kemudian (tidak peduli nilai-nilai dasar perilaku) itu yang membuat (sikap) kemasabodohan itu, tambah lagi distimulasi untuk berani melakukan segala sesuatu yang menarik perhatian orang itu, ya tentu brutal pasti," kata Abe.
Namun, kata Abe, semua tindakan buruk seperti kekerasan, tidak sepenuhnya bentuk kesalahan remaja, tetapi juga ada faktor kekeliruan orangtua yang bersangkutan.
"Nah, saya tidak melihat bahwa anak-anak remaja ini pelaku sepenuhnya saat mereka melakukan kekerasan, yang mesti berkaca dan kritik atas anak remaja kita melakukan seperti ini adalah orang-orangtua yang seringkali tidak memberikan ruang dan tempat kreatif," jelas Abe.
Menurut Abe, para orangtua bertanggung jawab dan harusnya memberikan tempat tumbuh yang baik bagi anak-anaknya.
"Maka mereka (para remaja) ini walaupun pelaku kekerasan, mereka ini adalah korban dari pelaku pendidikan yang tidak memadai bagi pertumbuhan mereka," tutur Abe.
"Hai orangtua se-Indonesia, intropeksilah. Orangtua di sini termasuk orangtua di famili, orangtua di sekolah (guru), dan masyarakat di sekitarnya," imbuh dia.
Saat anak yang dimaksud tumbuh dengan perhatian dan pendidikan yang kurang dari para orangtuanya, kata Abe, maka potensi mereka bertindak atau melakukan sesuatu hal yang buruk demi mencari perhatian sangat mungkin terjadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.