“Pada akhirnya semua itu dituduhkan kepada para pendatang. Para pendatang ini dicap sebagai orang miskin yang tidak punya uang dan kaum marjinal. Stigmanya begitu. Padahal kenyatannya bukan dari para pendatang masalah sosial itu timbul,” terang Nirwono.
Menurut pengamatan Nirwono, pemerintah belum beres menangani pemukiman kumuh. Pemerintah juga belum mampu menyediakan rumah susun yang dibutuhkan warga untuk hidup layak, serta kemacetan lalu-lintas yang membuat aksesibilitas warga menjadi semakin sulit.
Stigma
“Ini menumbuhkan stigma pendatang. Perhatikan statement yang diberikan gubernur kita, Pak Ahok. Warga yang datang ke Jakarta, harus pendatang yang mempunyai uang, mempunyai keahlian, dan keterampilan,” kata Nirwono.
“Itu kan membuat stigma tadi, bahwa selama ini persoalan Jakarta itu diakibatkan oleh para pendatang. Itu kan berarti stigma yang salah. Menurut saya stigma ini yang harusnya diubah,” kata dia lagi.
Beberapa waktu lalu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan pihaknya tidak melarang warga yang pulang kampung untuk mengajak kerabat ke Jakarta, dengan catatan pendatang itu memiliki keterampilan dan modal untuk hidup di Ibu Kota. [Baca: Ahok: Memang Jakarta Ditembok, Harus Melarang Pendatang Masuk?]
"Kami tidak melarang (pendatang datang ke Jakarta). Bagaimana mau ngelarang kota begitu besar, memang Jakarta mau ditembok kayak kerajaan," kata Basuki seusai memimpin apel siaga pengendalian arus mudik dan arus balik Idul Fitri 1436 Hijriah, di Lapangan IRTI Monas, Jakarta Pusat, Rabu (8/7/2015).
Basuki sendiri memperkirakan jumlah pendatang tahun ini bakal lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ia memprediksi jumlah pendatang tahun ini berkisar antara 60.000 hingga 70.000. [Baca: Ahok Prediksi Pendatang Semakin Tak Tertarik ke Jakarta]
Menurut Basuki, penurunan ini disebabkan semakin meratanya pembangunan di semua provinsi di Indonesia. Selain itu, lanjut dia, industri di Jawa Tengah dan Jawa Timur semakin berkembang. "Sebetulnya lama-lama orang tidak tertarik lagi datang ke Jakarta," lanjut pria yang akrab disapa Ahok itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.