Areanya pun bersih. Selain kios-kios buku, ada area yang diisi rumput sintetis dan tempat bagi pengunjung untuk duduk-duduk.
Total, terdapat 65 kios di lantai tiga. Namun, saat Kompas.com berkunjung ke sana, hanya ada 10 kios yang buka.
Pengunjung yang berlalu lalang juga jumlahnya tidak banyak dan bisa dihitung jari.
Namun, sepinya suasana sentra buku bekas itu justru memberi keleluasaan dan rasa nyaman saat memilih dan melihat-lihat buku.
Baca juga: Yuk Intip Buku Bekas di Kwitang, Mulai dari Novel hingga Edukasi
Lantai tiga Pasar Kenari itu juga menyediakan banyak fasilitas, seperti ATM BCA, toilet bersih, minimarket, dan kantin.
Sayangnya, dari area kantin yang cukup luas dan bisa diisi banyak kios, hanya dua yang buka.
Area makannya juga relatif gelap, sehingga suasananya tidak begitu nyaman.
Pedagangnya Berasal dari Kwitang dan Pasar Senen
Kebanyakan pedagang di Pasar Buku Kenari berasal dari Kwitang dan Pasar Senen.
Berawal dari jualan kaki lima, pedagang-pedagang ini melewati banyak tantangan untuk bisa mendapatkan lahan berjualan.
Pada 2008, pedagang buku di Kwitang tergusur dari lapak mereka karena tak adanya izin berjualan.
Sementara pada 2017, terjadi kebakaran besar di Pasar Senen yang membuat para pedagang buku harus mencari lapak baru.
Bang Jay adalah salah satu pedagang yang berhasil melewati tantangan itu. Baginya, memiliki kios di Pasar Buku Kenari ini sudah jadi kepuasan tersendiri.
“Lebih nyaman, lebih santai dibanding kaki lima,” katanya sembari membereskan tumpukan komik.
“Di samping kaki lima, tenaga udah berkurang. Dulu jualan fokusnya bercabang, takut begini, begitu (ada aparat ketertiban). Sekarang udah enggak. Buka toko, duduk santai, baca buku,” tambahnya.
Baca juga: Kisah Subhil, Pedagang Buku di Kwitang yang Bertahan di Impitan Era Digital